Jadi dalam setiap misi tempurnya pasukan khusus TNI harus mampu menjalankan tugas yang tidak bisa dilaksanakan oleh pasukan reguler karena membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus, dan harus bisa bertempur menggunakan senjata apapun.
Selain mahir mengoperasikan beragam senjata api, pasukan khusus seperti Kopassus juga harus mahir bertarung menggunakan tangan kosong,seutas tali, dan pisau.
Pasalnya dalam pertempuran jangka panjang atau pertempuran yang tidak seimbang, setiap personel pasukan khusus bisa kehabisan peluru dan harus melanjutkan pertempuran meski hanya bersenjata sebilah pisau belati.
Prinsip bertempur sampai mati meski hanya bersenjata sebilah pisau komando demi memenangkan pertempuran itu ternyata bukan hanya cerita isapan jempol karena pernah dialami sendiri oleh prajurit Kopassus, Pratu Suparlan ketika bertempur di Timor-Timur pada tahun 1980.
Pratu Suparlan yang sedang bertempur bersama sejumlah prajurit Kopassus dan Kostrad posisinya ternyata berhasil didesak oleh gempuran gerilyawan Fretilin yang menyerang secara mengepung dan berjumlah lebih banyak.
Regu Suparlan yang bertempur mati-matian satu persatu gugur termasuk seorang prajurit Kostrad yang bersenjata senapan mesin ringan jenis Minimi.
Dalam kondisi yang kritis itu regu Suparlan yang bertempur sambil mundur akan mengalami kehancuran jika tidak segera datang bala bantuan atau tidak ada yang berani mengorbankan diri.
Tiba-tiba atas inisiatif sendiri, Suparlan yang saat itu berada di posisi paling belakang regunya dan bergerak perlahan karena terus diserang gencar Fretilin, melompat maju dan langsung menyambar senapan mesin Minimi dari prajurit Kostrad yang telah gugur.
Dengan senjata mesin ringan yang berisi ratusan peluru itu, Suparlan lalu merangsek maju menyongsong para gerilya Fretilin yang saat itu terus melakukan pengejaran sambil menembakan senjata secara membabi-buta.
Sejumlah peluru senjata Fretilin sempat menghantam tubuh Suparlan dan membuatnya goyah.