Tetapi ahli geologi lokal mengatakan itu perlu ditampung dalam tong baja tahan karat dan disimpan di gedung beton bertulang, mungkin di pulau kecil tak berpenghuni, sampai saat itu dibutuhkan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga nuklir yang direncanakan lama.
Selama beberapa dekade sekarang, bagian dari misi Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) adalah hanya memantau volume monasit di tailing Tambang Timah, seperti yang terjadi pada limbah tambang serupa di seluruh dunia.
Sementara itu, tenaga nuklir tetap menjadi agenda Indonesia, yang awalnya ditetapkan dalam undang-undang perencanaan pembangunan nasional jangka panjang tahun 2007 yang merencanakan pembangkit listrik beroperasi pada tahun 2024.
Pada tahun 2014, peraturan Kementerian Pertambangan dan Energi mencantumkan nuklir dalam kategori yang sama dengan sumber energi terbarukan lainnya, namun dengan syarat hanya dianggap sebagai opsi akhir.
Peraturan menteri kedua pada tahun 2019 menyerukan penyusunan rencana konkret untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, diikuti dengan peraturan presiden awal tahun ini yang mencantumkannya sebagai program prioritas untuk studi lanjutan.
Salah seorang anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Presiden Joko Widodo, Effendi berpendapat bahwa pembangkit berbahan bakar thorium tidak hanya kebal terhadap kerusakan tetapi lebih murah untuk dibangun dan menghasilkan lebih sedikit limbah.
Mantan pengusaha minyak ini juga menantang persepsi yang dipegang luas bahwa Indonesia memiliki sumber energi yang tidak terbatas, dengan mencatat bahwa cadangan batu bara dan gas tidak terbatas dan mengklaim bahwa potensi matahari dan angin hanya 15% dari yang diklaim.
Orang Indonesia tidak sendirian dalam ketakutan mereka terhadap apapun yang berhubungan dengan nuklir.
Di Malaysia, pemerintah menghadapi penolakan publik terhadap fasilitas Lynas Corporation di dekat Kuantan, yang memproses oksida tanah jarang yang dikirim dari pabrik konsentrasi Mt Weld di Australia Barat.
Dengan lebih banyak limbah radioaktif tingkat rendah yang menumpuk di pabrik, dan masalah tersebut menuju Pengadilan Tinggi Malaysia, Lynas kini terpaksa memindahkan bagian proses yang retak dan lintah ke pusat penambangan pedalaman Kalgoorlie-Boulder.
Artikel ini pernah tayang di Bangka Pos dengan judul Amerika Serikat dan China Berebut Rare Earth dari Bangka Belitung, Harta Karun di Tailing Timah
(*)
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar