Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Sementara itu, dilansir dari Antaranews.com, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencecar pengusaha Andi Irfan Jaya yang menjadi saksi jaksa Pinangki Sirna Malasari agar mengatakan keterangan sejujurnya.
"Logis dong mas, saya ingatkan majelis hakim bukan orang bodoh, sudah banyak di hadapan kami pembohong-pembohong. Majelis bebas menerjemahkan keterangan saksi diterima atau tidak terlebih saudara menjadi terdakwa di perkara lain," kata ketua majelis hakim Ignasius Eko Purwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/12/2020).
Andi Irfan menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
Dalam dakwaan disebutkan Pinangki dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan menjelaskan "action plan" yang akan diajukan Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan Djoko Tjandra dengan menggunakan sarana fatwa MA melalui Kejagung pada 25 November 2019 di gedung The Exchange 106 Kuala Lumpur.
"Action plan" tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan inisial "BR" yaitu Jaksa Agung ST Burhanuddin dan "HA" selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali, termasuk harga "fee" yang harus dibayarkan Djoko Tjandra di setiap tahapannya dengan total nilai 100 juta dolar AS namun Djoko Tjandra hanya menyetujui sebesar 10 juta dolar AS.
Andi Irfan juga disebut dalam dakwaan menerima uang 500 ribu dolar AS dari adik ipar Djoko Tjandra Herriyadi Angga Kusuma (sudah almarhum) di sekitar mall Senayan City.
Selanjutnya nama Andi Irfan dipakai di surat kuasa jual yang dibuat oleh Anita Kolopaking yang berisi penjualan aset dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya sebagai jaminan bila kesepakatan pembayaran 10 juta dolar AS dan uang muka yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak dibayar.
Namun Andi Irfan membantah semua isi dakwaan tersebut.
"Jawaban saudara tidak logis dan tidak masuk akal. Orang dimintai KPT oleh orang baru bertemu di perjalanan tapi mau langsung mengirim KTP," tambah hakim Eko.