"Awalnya ada dua persyaratan. Tapi terakhir tinggal satu persyaratan yaitu AD/ART yang belum disampaikan FPI," tutur Benny.
"Karena itu belum ada, dan biasanya menyusun AD/ART itu kan saat munas. Jadi karena FPI tidak bisa memenuhi persyaratan itu, mereka (FPI) mengatakan "sementara kami tidak memperpanjang dulu karena tidak mungkin memenuhi itu karena kami belum munas. Kalau kami sudah munas baru lah kita memenuhi itu"," lanjutnya.
Konsekuensi
Merujuk kondisi tersebut, Benny menegaskan bahwa FPI bukan merupakan ormas yang statusnya terdaftar.
Sehingga ada konsekuensi bagi FPI sebagai ormas yang tidak memiliki SKT.
"Sebenarnya ormas itu (FPI) tidak ada. Tidak terdaftar, tidak diakui sebagai ormas yang mengikuti aturan. Kalau tidak terdaftar tidak ada, seharusnya tidak diakui," ujar Benny.
Benny juga menuturkan, apabila tidak memiliki SKT, FPI seharusnya tidak boleh melakukan kegiatan apapun sebagai ormas.
Di akhir 2019, jubir FPI Munarman tak mempermasalahkan belum diterbitkannya SKT untuk FPI.
Menurut dia, kegiatan FPI sebagai ormas bisa tetap berjalan meskipun tanpa SKT.
"Jadi tidak ada paksaan (soal izin) dan terhadap ormas yang tidak mendaftar, tidak bisa disebut ilegal. Karena hak berserikat dan berkumpul itu dijamin oleh konstitusi sehingga saya kira sudah selesai diskusi tentang itu," ujar Munarman, Selasa (31/12/2019).
Ia mengingatkan, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang diperbaharui dengan aturan pada Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas serta putusan MK Nomor 82 Tahun 2013 sudah menegaskan bahwa ormas tidak perlu mendaftarkan diri.