Kedaulatan China diklaim China telah dilukai oleh berbagai patroli tersebut.
Hukum internasional yaitu UNCLOS 1982 sendiri sebenarnya sudah merugikan siapapun yang memulai sengketa atas kepemilikian wilayah di badan laut internasional.
Pasalnya, Laut China Selatan adalah perairan bersama, sehingga segala kekayaan alam di dalamnya seperti ikan, minyak dan gasnya serta terpenting jalur perdagangannya seharusnya bisa dinikmati oleh semua negara, tidak hanya China saja.
Masih menjadi pertanyaan besar mengapa Beijing ngotot untuk memiliki kontrol di area tersebut.
Dengan membangun pangkalan militer sebenarnya tidak banyak membantu Beijing, karena seperti dijelaskan tadi, pangkalan militer itu ada di tempat yang terhitung sepi terutama dari pergerakan militer.
Contohnya adalah Fiery Cross Reef, jarak 1000 km dimiliki pulau tersebut dari Sanya, kota di pulau Hainan, yang ada di sebelah selatan pantai China.
Fiery Cross Reef juga berjarak 800 km dari Pulau Paracel, pangkalan militer Beijing lainnya.
"Bahkan jika bantuan kapal segera melaju dengan kecepatan maksimal, masih perlu waktu lebih dari sehari untuk mencapai pangkalan militer lain," tulis laporan tersebut.
Memang benar jalur udara melengkapi beberapa pulau lain, tapi jangkauan ke seluruh laut terhitung terbatas, belum lagi mengerahkan jet tempur tertentu ke pulau lain dengan cukup cepat memerlukan bahan bakar yang banyak.
Secara teori, ada dua kapal induk yang dimiliki Beijing untuk saat ini, dan secara teori Beijing bisa mengirimkannya ke Laut China Selatan kapan saja.
Namun pengiriman itu tidak juga memerlukan waktu singkat.
Sementara itu, serangan medium dikabarkan sudah bisa menghancurkan pangkalan militer China, disebabkan karena lokasi terpencil, belum lagi jika kemudian ditargetkan oleh kedua sistem rudal jangka panjang AS dan Jepang atau oleh kekuatan militer negara lain di wilayah tersebut.
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar