Konstitusi anti-perang yang diberlakukan AS yang dialami Jepang setelah
Perang Dunia II mungkin telah membantu Jepang mengumpulkan militer
yang mungkin lebih kuat daripada yang menyerang Pearl Harbor pada 7
Desember 1941, kata beberapa analis.
Hal itu karena Tokyo telah hanya harus fokus pada kemampuan bertahan
dan tidak menghabiskan uang untuk kemampuan ofensif.
Kekuatan kapal selam Jepang adalah contoh utama bagaimana ini bekerja,
Corey Wallace, analis keamanan Jepang di Freie University di Berlin,
mengatakan dalam email ke CNN.
"Pemerintah Jepang sejak 1950-an telah dengan hati-hati berinvestasi
dalam program kapal selamnya dan pada dasarnya menyempurnakan
tidak hanya teknologi tetapi juga proses pengadaannya," katanya.
Tidak seperti kapal selam serang Angkatan Laut AS, yang membawa rudal
untuk menyerang target di darat, Jepang secara ketat memfokuskan
perhatian mereka di laut, memungkinkan mereka untuk menekan biaya
dan kompleksitas.
Dalam Perang Dunia II, Jepang hanya sekejap merengkuh kemenangan
setelah mengebom Pearl Harbour.
Ketika itu, Jepang sempat melebarkan sayapnya ke Asia Tenggara, namun
kemenangannya di kawasan tersebut tak bertahan lama.
Jepang kalah di Kepulauan Mariana hingga Filipina, dikutip Kompas.com.
Sejak 1943, posisi Jepang makin terdesak. Blok Poros kalah dalam
berbagai pertempuran melawan Blok Sekutu.
Pada 1943, Sekutu membuat rencana pengepungan Jepang. Untuk bisa
mengepung Jepang, Sekutu harus melancarkan serangan dari selatan dan
tenggara, melalui Filipina, Mikronesia, dan Papua Niugini.
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar