Gridhot.ID - Sosial media memang baru saja dihebohkan dengan video seorang pria di Magetan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com pada (25/1/2021) seorang peternak ayam petelur diketahui membuang ratusan telur miliknya ke sawah.
Video tersebut berdurasi 30 detik dan mempertontonkan kemarahan Suparni alias Puput, sang peternak yang marah akibat harga pakan yang terus naik.
Suparni sendiri mengakui kalau dia sudah menahan emosinya selama dua bulan terakhir.
Harga telur yang terus turun hingga ke angka Rp 17.200 per kilogram tak sebanding dengan harga pakan ternak yan naik hingga Rp 50.000 per sak.
"Kesalnya harga pakan naik sampai Rp 50.000 per sak. Kalau pakan naik setidaknya telur tidak turun," kata Suparni saat dikonfirmasi lewat telepon, Senin (25/01/2021).
Video tersebut akhirnya membuat Suparni didatangi Dinas Peternakan dan Dinas Perdagangan Kabupaten Magetan.
"Kami hanya bisa bertahan, semoga harga pakan turun kalau ayam kita jual juga enggak laku karena PPKM masa Covid-19," katanya.
Suparni seakan sudah mulai pasrah dan menyerah hingga akhirnya menyumbangkan telur hasil ternakannya ke warung gotong royong dan Jumat berkah di desanya.
Permasalahan harga ini memang menjadi polemik penting yang bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com pada (28/1/2021), Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi membongkar penyebab anjloknya harga telur ayam.
Harga telur ayam sekarang disebut jauh dari patokan pemerintah yaitu Rp 19.000 - Rp 21.000 per kilogram.
Musbar kemudian mengatakan kalau harga ini bisa anjlok total bukan karena para peternak kelebihan produksi.
Melainkan serapannya yang sangat rendah di masa pandemi.
"Kondisi ini bukan bukan terjadi karena oversupply, akan tetapi serapan turun karena daya beli masyarakat turun, di samping ada trauma (rasa khawatir) dari ibu-ibu rumah tangga untuk belanja keluar," ujarnya.
Jabodetabek dan Bandung jadi dua wilayah yang paling terasa serapannya karena keduanya merupakan penyerap sebagian besar produksi telur nasional.
"Aktivitas ekonomi berbasis UMKM menurun tajam gara-gara Covid-19. Padahal kedua area tersebut menyerap 60 persen telur produksi nasional," ungkap Musbar.
(*)