Ancaman kudeta militer semakin kuat usai Jenderal Min Aung Hlaing, yang bisa dibilang orang terkuat di Myanmar, pada Rabu (27/1/2021) berkata konstitusi negara dapat dicabut dalam keadaan tertentu.
Anggota parlemen terpilih akan mulai menjabat pada 1 Februari, tetapi hari ini keamanan di ibu kota Naypyidaw sudah diperketat.
Polisi menjaga jalan dengan pagar kawat berduri.
Kedubes AS bersama 16 negara termasuk Inggris dan delegasi Uni Eropa, pada Jumat (29/1/2021) merilis peringatan agar militer mematuhi norma-norma demokrasi.
"Kami menanti pertemuan damai parlemen pada 1 Februari dan pengangkatan presiden serta DPR," kata mereka.
"(Kami) menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar," lanjutnya dikutip dari AFP.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyampaikan keprihatinan besar atas kondisi Myanmar belakangan ini, kata juru bicaranya, Stephane Dujarric.
"Dia mendesak semua yang terlibat untuk menghentikan segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi serta menghormati hasil (pemilu)," ujar Dujarric.
Pemilu Myanmar pada November 2020 adalah pemilihan umum demokratis kedua sejak keluar dari tirai kediktatoran militer selama 49 tahun.
Seperti yang diprediksi, Suu Kyi dan partainya menyapu bersih pemilu dan mempertahankan kekuasaan mereka selama lima tahun ke depan.