"Dan saya sendiri pun di Australia ya, untuk tes napas itu bukanlah hal baru, sebab tes untuk influenza pun sudah ada wacana riset (tes napas) itu," imbuhnya.
Dicky menambahkan kalau butuh banyak sekali penelitian untuk bisa menyempurkan GeNose.
"Ditambah lagi jika dikaitkan dengan Covid-19, sebenarnya Coronavirus itu sendiri ada tujuh spesiesnya, nah ini harus memastikan apakah ini bisa membedakan dengan 4 (coronavirus) lain yang sudah endemik. Sehingga tidak terjadi, kesalahan kita dalam upaya untuk skrining," jelasnya.
Dirinya mengatakan kalau di Eropa dan Amerika yang sudah duluan menggaungkan tes napas malah sampai sekarang belum menggunakan alat tersebut sebagai alat pendeteksi utama.
Bahkan dikatakannya belum ada negara yang menggunakan deteksi napas untuk jadi strategi penting penanganan kasus Covid-19.
"Berbasis dari risetnya sendiri, dia (GeNose) sudah berbasis mesinnya sudah dimodifikasi dalam realita atau kondisi rumah sakit. Tentu rumah sakit dan populasi umum itu berbeda," kata Dicky
Sementara itu di sisi lain, Satgas penanganan Covid-19 juga menegaskan kalau GeNose tak akan bisa menggantikan tes PCR.
Dikutip Gridhot dari Kontan, Jubir Satgas penanganan Covid-19 Wku Adisasmito mengaktan kalau PCR tetap jadi yang utama untuk mendiagnosis.
"Perlu diingat bahwa metode geNose berfungsi untuk screening dan tidak bisa menggantikan PCR yang berfungsi untuk diagnosis," ujar Wiku, dikutip dari tayangan di kanal YouTube BNPB, Jumat (29/1).
GeNose sendiri dilaporkan sebelumnya sudah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan dan bakal digunakan di stasiun kereta hingga terminal mulai 5 Februari 2021 nanti.