Dia juga kesal karena isi action plan itu kebanyakan meminta uang. Padahal, kegiatan kerja belum tertuang di action plan itu.
"Belum juga kerja, itu baru proposal, saya sudah ditagih lagi 25 persen consultant fee, yang mana mereka belum juga kerja," ucapnya.
"(Poin action plan) lima, enam, tujuh, itu semua sifatnya tidak masuk di akal. Sehingga pada poin ke-8 mereka meminta saya membayar USD 10 juta," tambahnya.
Djoko Tjandra mengaku sudah mempelajari action plan itu sebanyak dua kali. Dia menilai action plan itu sebagai modus penipuan yang dibuat Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya.
"Saya mengatakan kepada Anita Dewi Kolopaking, ini sifatnya penipuan, ini bukan proposal. Ini proposal penipuan, saya tidak mau lagi berhubungan dengan orang-orang itu," ujar Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini Djoko Tjandra didakwa bersama Tommy Sumardi memberikan suap ke dua jenderal polisi, yaitu mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte senilai SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.
Kepada mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD 150 ribu.
Djoko Tjandra juga turut didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah SGD 500 ribu untuk mengurus fatwa MA.
Pengurusan fatwa ini agar Djoko Tjandra terbebas dari hukuman dua tahun penjara kasus hak tagih Bank Bali. (*)