Beberapa pemimpin militer dan keluarganya juga memiliki bisnis yang besar, hingga menjadi sasaran sanksi.
Salah satunya putra pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing, Aung Pyae Sone.
Pyae Sone memiliki sejumlah perusahaan besar berupa resor pantai dan saham mayoritas di operator telekomunikasi.
Baca Juga: Warganet Heboh Menjodohkannya dengan Felicia Tissue, Nicholas Sean: Meh, Not My Type...
Menurut para ahli, kudeta militer ini adalah cara untuk melindungi kepentingan bisnis Tatmadaw.
Laporan PBB pada 2019 menyimpulkan bahwa pendapatan bisnis meningkatkan kemampuan militer melakukan pelanggaran HAM dengan impunitas.
Laporan ini muncul di tengah tindak kekerasan militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya.
Melalui jaringan bisnis dan afiliasi milik konglomerat, PBB mengatakan Tatmadaw mampu "melindungi dirinya dari akuntabilitas dan pengawasan".
Rincian tentang struktur dan keuangan MEHL terungkap dalam dua laporan internal, satu diajukan oleh konglomerat pada Januari 2020, dan lainnya dibocorkan kelompok aktivis Justice for Burma dan Amnesty International.
Perusahaan besar dijalankan petinggi militer, termasuk beberapa petinggi kudeta yang saat ini menjabat.
Sekitar sepertiga dari semua pemegang saham adalah unit militer.