Naskah itu mirip dengan referendum konstitusi kontroversial Thailand.
Sebagaimana koresponden AFP mencatat tahun 1969, "pasukan dan pejabat Indonesia menyebarkan kampanye intimidasi untuk memaksa Aksi Pilihan Bebas dalam nama Republik."
Presiden Soeharto mendeklarasikan pemungutan suara melawan AFC adalah aksi pengkhianatan.
Akhirnya, 1026 yang menyumbangkan suaranya dipilih dari populasi 815.906 yang memilih secara anonim untuk integrasi.
Hasil pemungutan suara itu menyebutkan Papua Barat disebut sebagai Zona Operasi Militer.
Sejarawan Papua Barat seperti John Rumbiak menggarisbawahi tekanan polisi dan militer yang kemudian mengikuti, terutama melawan aktivis yang memprotes penarikan lahan tradisional dan hutan oleh firma tambang dan perkebunan.
Ribuan pasukan dikirimkan merespon pergerakan pengunjuk rasa yang terus tumbuh di tahun 1990-an dengan rencana "operasi hitam" melawan pemimpin independen.
Sejak saat itu, Papua Barat telah berada di siklus kekerasan.
Pasukan bersenjata Indonesia menuduh gerilya dari kekerasan separatis.