GridHot.ID - Taliban telah sepenuhnya mengambil alih ibu kota Afghanistan, Kabul.
Buntut dari pengambilalihan kekuasaan itu, ribuan warga negara Afghanistan meninggalkan negaranya.
Melansir Kompas TV, pada Rabu (25/8/2021), ribuan warga Afghanistan masih mengantri di luar perimeter bandara internasional Kabul, Afghanistan.
Sebagian di antaranya bahkan berdiri di dalam saluran pembuangan air atau selokan bandara.
Beberapa di antara mereka melambaikan tangan sambil menunjukkan dokumen serta identitas kepada para tentara yang berjaga di pagar bandara.
Para warga ini berharap diizinkan masuk melewati pagar berduri dan diperbolehkan ikut penerbangan evakuasi keluar dari Afghanistan.
Melansir TribunJateng.com, seorang wanita yang paling dicari Taliban mengurai pengalamannya kabur dari negara Afhganistan.
Wanita itu bernama Zarifa Ghafari. Ia merupakan wali kota pertama di Afghanistan.
Dikutip dari India Times, Zarifa Ghafari mengatakan dirinya sempat pasrah akan dibunuh Taluban.
"Saya duduk di sini menunggu mereka datang. Tidak ada yang menolongku atau keluargaku."
"Saya hanya duduk dengan mereka (keluarga) dan suamiku. Dan mereka (Taliban) akan datang dan membunuhku," katanya beberapa hari setelah Taliban memasuki Kabul dan mengambilalih pemerintahan Afghanistan.
Namun, baru-baru ini ia berhasil kabur ke Istanbul, Turki, bersama keluarganya.
Mengutip Reuters, Ghafari kemudian pindah ke Jerman, dibantu tentara negara tersebut yang juga tengah mengevakuasi warga Jerman, Afghanistan, dan para aktivis serta pengacara yang hidupnya dalam bahaya karena membantu NATO kabur.
Dalam video wawancara bersama Asian News International (ANI), Ghafari menuturkan pasukan Taliban mendatangi rumahnya di Afghanistan setelah ia kabur.
Taliban, kata Ghafari, memiliki daftar orang-orang yang mereka cari.
"Mereka mencariku dan juga memukuli penjaga rumah. Mereka punya daftar orang-orang yang mengambil pendekatan liberal sebelumnya," ungkapnya.
Profil dan sepak terjang Zarifa Ghafari
Wikipedia menulikan, Zarifa Ghafari lahir di Provinsi Paktia pada 1992 silam. Berarti saat ini usianya masih 29 tahun.
Mengutip Free Press Journal, ia dulunya bersekolah di SMA Halima Khazan dan melanjutkan studi di Universitas Punjab, Chandigarh, India.
Ghafari merupakan putri dari kolonel Angkatan Darat Afghanistan dan komandan Korps Operasi Khusus, Abdul Wasi Ghafari.
Sebelum Taliban mengambi lalih kekuasaan, Ghafari merupakan wali kota Maidan Shahr yang berada di barat Kabul, tempat di mana dukungan untuk Taliban tersebar luas.
Dilansir India Today, ia adalah wali kota wanita yang pertama di Afghanistan dan merupakan yang termuda.
Ghafari resmi menjadi wali kota saat ia berusia 26 tahun pada 2018 lalu.
Di hari pertama Ghafari menjadi wali kota, kantornya dikerumuni oleh orang-orang yang marah.
Tak hanya itu, ayahnya ditembak mati militan di depan rumahnya pada 5 November 2020 lalu.
Kala itu, Ghafari mengatakan sang ayah dibunuh karena Taliban tidak menginginkan dirinya berada di Maidan Shahr.
"(Pelaku) itu adalah Taliban. Mereka tidak menginginkan saya berada di Maidan Shahr. Itu sebabnya mereka membunuh ayah saya," katanya kala itu.
Pada 2020 lalu, ia terpilih sebagai Wanita Pemberani oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS).
Tak hanya itu, ia juga terdaftar dalam 100 wanita inspiratif dan berpengaruh dari seluruh dunia di tahun 2019 oleh BBC.
Zarifa Ghafari menganggap semua orang Afghanistan sama-sama bertanggung jawab atas kembalinya Taliban karena "tidak pernah kompak menyuarakan suara mereka" melawan terorisme.
"Apapun yang dihadapi Afghanistan hari ini, semua orang harus disalahkan, termasuk masyarakat lokal, politisi, anak-anak, dan komunitas internasional. Masyarakat lokal tidak pernah bersatu melawan semua yang salah, termasuk terorisme," katanya.
Ia mengungkapkan, dirinya tidak bisa memaafkan siapapun karena semua pencapaian selama 20 tahun terakhir di Afghanistan kini hilang begitu saja.
"Saya tidak punya apa-apa lagi hari ini. Saya hanya membawa tanah dari negara saya," ujarnya.
Tentang Taliban yang berjanji untuk membentuk pemerintahan yang direformasi, Ghafari berujar, "Saya tidak peduli apakah Taliban bersikap sendiri atau tidak, karena kami (Afghanistan) tidak terbendung. Berapa banyak orang yang bisa dibunuh Taliban?"
Saat ini, Ghafari sedang mempertimbangkan untuk bertemu pejabat tinggi, politisi, dan wanita dari berbagai negara untuk menarik perhatian terkait situasi di Afghanistan.
"Tujuan saya adalah bertemu pejabat tinggi, politisi, dan wanita dari berbagai negara untuk membuat mereka sadar akan situasi nyata di Afghanistan, dan meminta mereka bergabung dengan saya untuk memulai sebuah gerakan," bebernya.
Pekan lalu, Ghafari berbicara kepada India Today TV dan mengaku siap bernegosiasi dengan Taliban jika kelompok itu serius soal janji mereka tentang hak-hak perempuan.
"Kami siap berbicara dan bernegosiasi. Yang kami butuhkan hanya komitmen mereka (Taliban). Ini bukan tahun 2000, kami punya banyak wanita berpendidikan yang tak akan menyerah."
"Mereka perlu mendengarkan kami atau mereka tidak bisa memerintah," urainya.
(*)