Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan 20 tahun lalu yang hanya mencapai 13,1 miliar barrel.
Selama periode pemerintahan Taliban antara 1996-2001, Qatar, seperti tiga negara Arab Saudi, UEA dan Pakistan, tidak mengakui rezim tersebut, meskipun memiliki interaksi yang luas dengannya, sehingga pada tahun 2013, dengan izin Amerika Serikat, membuka kantor politik Taliban di Doha.
Qatar dengan demikian mampu menjadi pusat negosiasi dengan Taliban karena mampu menjalin hubungan yang baik dan netral dengan semua pihak.
Dr. Mohammad Salami, pakar Geopolitik, dalam artikelnya yang diterbitkan di Eurasiareview.com, Rabu (1/9/2021), mengatakan bahwa Qatar telah menjadi penengah diplomatik dan perantara perdamaian dalam beberapa tahun terakhir.
Hal itu berkat kekayaan minyak dan gasnya yang kaya dan kesediaannya untuk berperan sebagai perantara netral dalam berbagai konflik politik.
Qatar membantu Taliban membebaskan para pemimpin kuncinya dari kamp penahanan Teluk Guantanamo, menghapus komandannya dari daftar hitam Barat, dan menukar tahanan mereka dengan tahanan pemerintah Afghanistan.
Taliban tidak akan melupakan bantuan orang Qatar dan akan memberi mereka hadiah.
Qatar sedang memikirkan pengaruh mereka di Asia Tengah.
Afghanistan dipandang sebagai jembatan untuk memperluas pengaruh keuangan, ekonomi dan ideologi Qatar di Asia Tengah.