Novel mengatakan, dengan menyalurkan pegawai KPK nonaktif ke BUMN, merupakan upaya sistematis untuk membunuh pemberantasan korupsi.
Hal itu, kata dia, semakin menggambarkan bahwa ada kekuatan besar yang ingin menguasai KPK demi kepentingan tertentu, namun yang jelas bukan unruk memberantas korupsi.
"Perbuatan pimpinan yang melawan hukum, sewenang-wenang, ilegal dan tidak patut, sebagaimana dikatakan Komnas HAM untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK tersebut kami lawan karena menghabisi harapan pemberantasan korupsi," ujar Novel.
Dengan demikian, Novel menuturkan, bahwa hal tersebut jelas bukan semata soal pekerjaan saja. Melainkan ada upaya lain pihak tertentu.
"Jadi, ini bukan semata masalah pekerjaan saja," tutur Novel.
Sementara pegawai KPK nonaktif lainnya, Benedictus Siumlala menegaskan bakal menolak tawaran tersebut. Menurutnya, hal itu bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan polemik TWK.
"Kalau saya pribadi jelas menolak. Bukan itu jalan keluarnya, dan enggak ada opsi itu di rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM,” ucap Benedictus.
“Saya pribadi enggak mau menghambat pimpinan. Surat itu isinya feodal sekali.”
Dilansir dari Tribunnews.com, disebutkan belum semua pegawai KPK nonaktif yang ditawari bekerja di BUMN. Namun, sebanyak 49 orang dikabarkan menolak tegas tawaran tersebut.
Sebagian pegawai KPK nonaktif yang ditawari akan bekerja di BUMN, mengaku tak ada kepastian akan ditempatkan di BUMN mana, posisi sebagai apa, lokasi penempatan, hingga status kepegawaiannya.
Seperti diketahui, sebanyak 75 pegawai sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK untuk alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).