Gridhot.ID - Indonesia kini memang sedang dalam kondisi waspada.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, sebelumnya dilaporkan kapal perang China secara tiba-tiba berpatroli di area Natuna.
Tentu saja aktivitas kapal perang China yang mondar-mandir di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau (Kepri), menjadi sorotan sejumlah pihak.
Hal itu menyusul keberadaannya yang melanggar batas wilayah kedaulatan Indonesia.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jateng, keberadaan kapal itu juga sempat menyebabkan sejumlah nelayan mengeluh dan menyatakan kekhawatiran terkait dengan aktivitas mereka melaut dan menangkap ikan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPR, Puan Maharani mendesak pemerintah serius menanggapi pelanggaran kedaulatan negara oleh China di Perairan Natuna. Ia menekankan Indonesia tidak boleh membiarkan negara lain terus mengganggu wilayah kedaulatan bangsa.
“Pemerintah tidak bisa berdiam diri saat negara lain memasuki wilayah kita tanpa izin. Indonesia harus mampu menjaga kedaulatan, karena ini menyangkut harga diri bangsa, apalagi nelayan kita. Sebagian rakyat Indonesia dibuat takut oleh mereka,” katanya, di Jakarta, Jumat (17/9), dikutip dari Kompas.tv.
Puan menyebut bukan kali ini saja kapal China memasuki perairan Natuna. Ia pun mendesak pemerintah segera menyatakan sikap kepada China untuk tidak mengganggu kedaulatan Indonesia.
“Presiden Joko Widodo pernah terjun langsung ke perairan Natuna sebagai sinyal kepada China bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa diganggu. Langkah tersebut kami apresiasi. Saya rasa pemerintah perlu menyampaikan kembali nota protes kepada China,” ucapnya.
Senada, anggota Komisi VII DPR, Mulyanto meminta Pemerintah Indonesia bersikap secara tegas terhadap pelanggaran kedaulatan oleh kapal China yang masuk ke perairan Natuna.
Pemerintah diminta tidak diam, karena hal tersebut akan membuat wibawa negara tidak dipandang oleh negara lain.
Ia mendesak pemerintah, khususnya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, tidak diam menghadapi hal itu.
Menurut dia, peristiwa itu adalah pelanggaran serius yang harus segera disikapi. Sebab, selain melanggar kedaulan negara, masuknya kapal-kapal China itu sudah mengganggu kegiatan penambangan migas di sana.
"Ini bahkan sudah bukan provokasi lagi, tetapi melanggar kedaulatan negara dan mengganggu kepentingan nasional (national interest). Jadi Pemerintah melalui Menteri Pertahanan dan Menko Marves harus bersikap," katanya, kepada wartawan, Kamis (16/9).
Mulyanto mempertanyakan peran Menhan Prabowo dan Menko Marves Luhut selama ini terhadap pelanggaran yang terjadi. Sebagai Menhan, harusnya Prabowo bersuara atas pelanggaran tersebut. Jangan malah memuji kehebatan militer Negeri Tirai Bambu.
Begitu pula Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, yang dikenal dekat dengan Pemerintah China, harusnya segera membicarakan masalah ini secara resmi. Bukan malah membiarkan sambil memberikan berbagai kemudahan datangnya ribuan tenaga kerja asing dari China.
"Kami miris kalau Menhan dan Menko Marves diam saja. Sebab mereka berdua yang berwenang menentukan sikap resmi atas pelanggaran ini," ujarnya.
Strategis
Mulyanto menuturkan, bagi bangsa Indonesia posisi perairan Natuna sangat strategis. Di sana sedang dilakukan eksplorasi dan eksploitasi migas dalam rangka mengejar target 1 juta barel minyak per hari (bph) di 2030.
Sehingga, pemerintah seharusnya bisa memberi jaminan keamanan terhadap proses eksplorasi dan eksploitasi itu.
"Kalau tidak, maka target 1 juta bph hanya angan-angan belaka. Jadi sudah sepantasnya pemerintah bertindak tegas mengusir kapal-kapal asing dari perairan kita. Apalagi ini sudah sampai mengganggu upaya penambangan migas kita. Kita tidak boleh diam," tandasnya.
Untuk diketahui, Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia.
Bahkan, ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar. Kapal coast guard China dikabarkan mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah Kementerian ESDM.
"Pemerintah harus mendukung kerja pengawasan Bakamla ini. Jangan sampai keterbatasan kemampuan operasional yang ada membuat kita membiarkan berbagai gangguan dari kapal-kapal asing terhadap kedaulatan negara yang bahkan mengancam kepentingan nasional kita," kata Mulyanto.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jateng |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar