Gridhot.ID - Belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya kasus penyiksaan seelor anjing di Aceh hingga tewas.
Hal ini pun mendapat sorotan masyarakat terlebih para pecinta satwa untuk menuntut keadilan.
Ternyata perlakuan penyiksaan hewan di Indonesia sudah beberapa kali terjadi.
Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat pertama dalam prestasi medsos paling banyak menayangkan adegan penyiksaan satwa.
Dilansir Kompas.com dari Asia For Animals Coalition merilis riset yang menunjukkan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten hewan di media sosial.
Penyiksaan oleh manusia terhadap satwa terjadi mulai dari rumah tangga, peternakan, penjagalan, laboratorium riset “ilmiah”, kuliner, pariwisata sampai ke perdagangan gelap.
Lembaga koalisi satwa Asia menegaskan bahwa konten kekejaman terhadap hewan di dunia maya adalah masalah global.
Dapat disimpulkan banyak hewan menderita namun industri media sosial dan si pengunggah konten malah meraup keuntungan.
Keaiban ini membuktikan bahwa popularitas konten di medsos sama sekali bukan jaminan bahwa yang popular pasti bermutu bagus.
Kompas.com memberitakan bahwa pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Karin Franken, mengkhawatirkan pembiaran atas penyiksaan terhadap hewan sejak kecil bisa menjadi cikal bakal tindakan sadistis di kemudian hari.
Karin menegaskan perlunya pembelajaran empati dimulai sejak dini melalui perilaku terhadap hewan sekitar.
Sebab, ketika perilaku kejam terhadap hewan dibiarkan, maka empati itu terkikis dan sang anak akan menjadi kejam terhadap sesama manusia.
Saya memiliki kekhawatiran sama dengan Karin Franken.
Memang masih begitu banyak kasus membuktikan bahwa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab masih begitu sering bukan hanya secara tidak sengaja namun bahkan secara sengaja dilanggar.
Kaum teroris tidak peduli Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Para penggusur rakyat miskin dan masyarakat adat menganggap Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan penghambat pembangunan infrastruktur.
Sebenarnya dibutuhkan penyelenggaraan pendidikan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mulai dari rumah tangga sampai ke perguruan tinggi pada jenjang yang paling tinggi.
Penguasa tanpa nurani kemanusiaan rawan menjadi sangat berbahaya merusak peradaban umat manusia.
Seperti telah terbukti kekuasaan yang dimanfaatkan Adolf Hitler untuk membinasakan jutaan warga Yahudi di kamp-kamp konsentrasi dengan menggunakan teknologi pembinasa manusia yang paling efektif sekaligus efisien.
Naga-naganya di masa kanak-kanak Adolf Hitler tidak memperoleh pendidikan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sehingga insan kelahiran 20 April 1889 di Braunau am Inn, Austria ini tumbuh kembang menjadi insan supra kejam terhadap sesama manusia.
Untuk dapat menghayati makna adiluhur Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia membutuhkan pendidikan Kesatwaaan yang Adil dan Beradab.
Mereka yang tidak tega menyengsarakan satwa sudah dapat diyakini pasti lebih tidak tega menyengsarakan sesama manusia.
Sebaliknya mereka yang tega menyengsarakan satwa malah lebih tega menyengsarakan sesama manusia.
Maka tidaklah keliru apabila sejak masa kanak-kanak setiap insan manusia pendidikan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilengkapi dengan pendidikan Kesatwaan yang Adil dan Beradab.
Insya Allah, Indonesia tidak menjadi juara dunia penyiksa satwa.(*)