Eksploitasi itu nampak dari tiadanya regulasi ketat yang membatasi pemberian bunga pinjaman, dan pembatasan penggunaan akses data diri masyarakat.
Situasi ini, lanjut Arief, kontraproduktif dengan tujuan negara dalam mencapai kesetaraan ekonomi.
“Mestinya (pinjaman online) memiliki tujuan memberikan akses inklusi ekonomi kepada masyarakat yang membutuhkan. Tapi yang terjadi justru eksploitasi, penindasan atas nama pinjaman online,” ungkapnya.
“Yang kita saksikan justru seperti lintah darat, difasilitasi negara, masyarakat tidak dilindungi, tapi para provider bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya,” tegas Arief.
Diketahui LBH Jakarta dan 19 warga juga menggugat Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G. Plate, dan Ketua DPR Puan Maharani.
Selain itu gugatan juga diajukan untuk ketua dan dewan komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun 19 warga yang menggugat berasal dari berbagai elemen masyarakat seperti pemerhati hak asasi manusia, pemerhati hak perempuan dan anak, pendamping komunitas masyarakat miskin perkotaan, komunitas disabilitas, konfederasi buruh sampai mahasiswa.
(*)