Gridhot.ID - Sosok Herry Wirawan kini menjadi sumber kemarahan warga Indonesia.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com sebelumnya, Herry Wirawan merupakan pelaku pemerkosa santriwati di pesantren di Bandung yang kini sudah ditahan oleh kepolisian.
Sudah dua bulan ditahan oleh pihak kepolisian.
Namun dikutip Gridhot dari Tribunnews Maker, Herry Wirawan belum berkomunikasi dengan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menengok Herry di penjara.
Bahkan, untuk kiriman makanan saja juga tidak ada.
"Sampai saat ini yang bersangkutan belum menerima kunjungan dari keluarganya,
Baik secara langsung, titipan barang makanan maupun secara virtual,
adi belum ada," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum HAM Jabar Sudjonggo, pada Rabu (15/12/2021) via Kompas.
Sudjonggo mengatakan, rutan memang belum dibuka kunjungan untuk keluarga.
Namun, bila ada keluarga yang ingin berkomunikasi secara virtual diperbolehkan.
Meski begitu, tidak ada keluarga Herry Wirawan yang mau menghubunginya.
"Sampai saat ini belum ada keluarga yang datang,
Baik menitipkan sesuatu atau pun menghubungi lewat virtual," ucapya.
Sudjonggo memastikan bahwa Herry baik-baik saja.
Namun, di media sosial beredar foto Herry Wirawan babak belur.
Kepala Rutan Kelas 1 A Kebon Waru Bandung, Ricko Stiven seperti yang dikutip Tribun Bogor pada 15 Desember 2021, memastikan bahwa tidak ada perlakuan khusus terhadap terdakwa.
Herry disatukan dengan tahanan lainnya dan kondisinya sehat.
Ricko membantah adanya foto Herry Wirawan yang viral dalam kondisi lebam.
Herry sudah mengakui segala perbuatannya kepada kepala rutan.
Dirinya sudah dipenjara sejak tanggal 28 September 2021.
Herry Wirawan justru masih bisa tersenyum alih-alih babak belur.
Seperti diberitakan sebelumnya, Herry diduga telah melakukan pelecehan seksual kepada murid-muridnya sejak tahun 2016 sampai 2021.
Herry dijerat dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dirinya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(*)