GridHot.ID - Pada Kamis (27/1/2022) kemarin merupakan peringatan 14 tahun meninggalnya Presiden Kedua RI Soeharto.
Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).
Jenderal bintang lima ini meninggal dunia setelah menderita sakit yang berkepanjangan.
Melansir TribunSolo.com, mendiang Soeharto dimakamkan di Astana Giribangun, yang berada di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar.
Selama menjabat presiden, Soeharto rupanya memiliki hobi blusukan.
Ya, hobi tersebut sama dengan hobi Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Hanya saja, cara Soeharto dan Jokowi blusukan berbeda.
Melansir Kompas.com, di era kepemimpinan Seoharto, tak ada istilah khusus untuk menyebut inspeksi mendadak yang kini dikenal dengan nama "blusukan".
Tak ada pula penyambutan keramaian, karena semua dilakukan serba rahasia.
Try Sutrisno, yang pada tahun 1974 menjadi ajudan Soeharto, menuturkan kesaksiannya.
Suatu ketika, Soeharto tiba-tiba memerintahkan Try untuk menyiapkan mobil dan pengamanan seperlunya.
"Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapa pun," perintah Soeharto, seperti dikenang Try Sutrisno dalam buku Soeharto: The Untold Story.
Rupanya, Soeharto ingin melakukan "perjalanan rahasia".
Artinya kira-kira sama dengan blusukan saat ini, tetapi digelar diam-diam.
Perjalanan rahasia itu berlangsung selama dua pekan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Seperti namanya, rahasia, hanya Try, Komandan Paspampres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono, dan mekanik Biyanto yang mengurus kendaraan yang turut serta dalam perjalanan itu.
Di luar rombongan itu, hanya Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani yang mengetahuinya.
Panglima ABRI saat itu bahkan tidak tahu bahwa Presiden sedang berkeliling dengan pengamanan seadanya ke sejumlah daerah di Pulau Jawa. Menumpang di rumah warga dan bekal tempe.
Saat itu, Indonesia memasuki tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) II.
Oleh karenanya, Soeharto merasa harus turun langsung memantau jalannya program-program pemerintah.
Dengan melakukan perjalanan rahasia, Soeharto dapat melihat kondisi desa secara apa adanya.
Ia juga bisa mendapat masukan langsung dari masyarakat.
Demi menjaga kerahasiaan perjalanan, kata Try, rombongan Soeharto bahkan menginap di rumah warga dan makan bekal sambal teri, juga tempe.
"Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk," kisah Try.
"Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu," tuturnya.
Meski pejalanan itu sudah berusaha ditutup rapat, kedatangan Presiden ke suatu desa akhirnya bocor juga dan sampai ke telinga pejabat setempat.
Para pejabat daerah pun geger, bahkan memarahi Try karena tidak diberi kesempatan menyambut Presiden.
Namun, karena perjalanan rahasia ini keinginan Soeharto, Try tak bisa berbuat banyak.
Menikmati perjalanan Try yang kemudian hari menjadi wakil presiden ini pun melihat Soeharto begitu menikmati perjalanan keluar masuk desa.
Semua hal yang ditemui di lapangan dicatat Soeharto untuk jadi bahan dalam rapat kabinet.
Saking menikmatinya perjalanan, Soeharto tidak protes atau marah saat ajudannya salah mengambil jalan hingga akhirnya tersesat.
Padahal, Soeharto tahu betul wilayah itu. Dalam ingatan Try, Soeharto ketika itu hanya tersenyum.
Perjalanan incognito itu pun berakhir di Istana Cipanas dengan kondisi semua lelah.
Kala itu, Soeharto mempersilakan para pembantunya untuk makan terlebih dulu daripada dirinya.
Sementara Soeharto merasa puas atas perjalanan rahasianya.
(*)