Gridhot.ID - Pengacara Hotman Paris ikut menyoroti soal pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun.
Sebelumnya, pencairan JHT yang baru bisa dilakukan pada usia 56 tahun memicu beragam perdebatan.
Pemerintah berpendapat kebijakan itu sesuai dengan tujuannya yakni sebagai simpanan untuk dimanfaatkan para pekerja di masa pensiun.
Sedangkan kelompok serikat buruh menolak kebijakan itu karena uang itu merupakan hak para pekerja.
Sebagaimana diketahui, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru bahwa JHT yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair secara penuh saat peserta memasuki usia 56 tahun.
Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair secara penuh ketika peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI.
Iuran JHT sendiri terbilang cukup besar, yakni 5,7 persen dari gaji pekerja setiap bulannya.
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Mengetahuipolemik ini, Hotman Paris mempertanyakan kebijakan yang dikeluarkanMenaker Ida Fauziah.
Hotman beranggapan aturan baru Menaker tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat terutama bagi pekerja.
Uang JHT adalah sepenuhnya milik pekerja dari berasal dari potongan gaji setiap bulannya.
Pernyataan terbuka itu diungkap Hotman melalui akun Instagram @hotmanparisofficial, Sabtu (19/2/2022).
"Halo ibu Menteri Tenaga Kerja yang terhormat, perkenalkan nama saya Doktor Hotman Paris yang sudah bekerja 36 tahun sebagai pengacara, khususnya dalam bisnis internasional," tutur Hotman.
"Intinya, Bu Menteri, dalam membuat aturan harus dipikirkan nalar, abstraksi hukum, dan keadilan," ujar Hotman.
Hotman meminta Menaker untuk merenungkan kondisi buruh apabila di PHK namun harus menunggu usia 56 tahun untuk mencairkan JHT.
"Coba renungkan, si buruh, si pekerja yang bekerja 10 tahun tiap bulan gajinya sebesar 2 persen dipotong untuk dimasukkan dalam Jaminan Hari Tua, ditambah dengan 3,5 persen dari majikan. 10 tahun lebih uang itu masuk dalam Jaminan Hari Tua, dan itu adalah uang dia."
"Tiba-tiba dia misalnya di-PHK pada umur 32, dengan peraturan ibu Menteri Tenaga Kerja, maka dia tidak bisa mengambil, mencairkan Jaminan Hari Tua tersebut karena menurut peraturan Ibu hanya bisa diambil pada umur 56."
"Di-PHK umur 32, dia harus menunggu beberapa tahun untuk mencairkan uangnya sendiri," lanjut Hotman.
Hotman tak gentar menyentil keputusan Menaker dan menanyakan sisi keadilan dari keputusan tersebut.
"Di mana keadilannya bu? Itu kan uang dia (buruh), dan peraturan Menteri sebelumnya sejak 2015 sudah mengatakan berbeda dengan peraturan ibu. Menteri Tenaga Kerja sebelumnya mengatakan boleh dicairkan begitu dia di-PHK."
"Di mana logikanya bu? Itu kan uang dia. Kalau dia di-PHK umur 32, bisa saja dia (buruh) selama menunggu (JHT) 24 tahun sudah jatuh miskin, sudah pengangguran," ucap Hotman.
Lebih lanjut, Hotman menyebut bahwa tak ada alasan apapun untuk menahan uang orang lain.
Apalagi sampai menahannya sampai puluhan tahun.
"Karena dari segi abstraksi hukum manapun, dari segi ranah hukum apapun, tidak ada alasan untuk menahan uang orang lain yang adalah keringat dari si buruh," ujar Hotman.
(*)