Tahun 1984, tabungannya mendekati satu juta rupiah. Bulat hati ia mencicil satu unit mobil angkutan kota (angkot) warna biru muda berikut izin trayeknya. Trayek R-03-A melayani jalur Pasar Anyar – Serpong.
Ia bahkan masih ingat betul jalur yang biasa ia lalui, mulai dari Pasar Anyar - Stasiun Tangerang - Jl TMP Veteran - Jl Mohammad Yamin – Cikokol - Jl MH Thamrin - Kebon Nanas - Jl Serpong Raya Pakulonan - JL. Pahlawan Seribu - Jl.Kapten Soebianto Djodjohadikusumo - Cilenggang - Kramat Tajug - Asrama Polsek Serpong - Jl.Raya Serpong - Pasar Serpong dan berakhir di Stasiun Serpong.
“Tapi waktu itu jalannya belum sebagus sekarang,” katanya seraya menambahkan, “masih banyak kebun karet. Lubang jalan di sana-sini.”
Demi pundi-pundi rumah tangga, ia bahkan menambah jam kerja sebagai sopir.
Suheni yang mengatur keuangan, termasuk tradisi menabung. Tak heran jika Haryanto bisa menambah jumlah angkot dari hasil tabungannya.
“Penghasilan tambahan juga kami dapat dari mengageni tiket bus antarkota,” kata lelaki kelahiran Kudus, 17 Desember 1959 itu.
Ketekunan dan kerja kerasnya terbayar lunas dengan peningkatan penghasilan serta asset yang dimiliki.
Jumlah angkot dari satu, tambah dua, tiga, empat, lima hingga tembus angka seratus unit! Hampir semua trayek ia punya.
Bahkan, masih di sekitar tahun 90-an ia sudah membuka showroom khusus angkot. “Cukup laris, tiap bulan bisa menjual 20 sampai 30 unit,” katanya senang.
Baca Juga: 'Mengerikan', Inilah Kesaksian Mahasiswa Yaman yang Melarikan Diri dari Perang di Ukraina
Karier militer Suharyanto berjalan relatif mulus. Sejak masuk batalyon tahun 1979 dengan pangkat Prajurit Dua (Prada) hingga tahun 2002, Haryanto sudah berpangkat kopral kepala.
Source | : | Kompas.com,Surya |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar