"Kami sudah laporkan, mewakili 300 orang nasabah yang menjadi korban. Ada yang puluhan juta hingga ratusan juta," ujar Murni, Senin.
Awalnya, korban mengatakan perusahaan PT FSP yang didirikan pada Juli 2021 tak ada masalah.
Sebelumnya, korban robot trading Fahrenheit ini mengatakan perusahaan PT FSP yang didirikan pada Juli 2021 ini tidak menuai masalah.
Namun secara tiba-tiba, nasabah mengalami margin call pada 18 Januari 2022 dengan alasan mengurus perizinan yang belum lengkap dan pada 25 Februari 2022 nasabah bisa whitdraw atau menarik modal.
"Tadinya ya aman-aman saja. Trading setiap hari ada profit. Baru tanggal 18 Januari 2022 diberhentikan. Alasannya mereka mengurus perizinan. Tanggal 25 Februari 2022 mereka kemudian menjanjikan akan trading dan bisa WD (whitdraw), menarik modal, ternyata tidak terjadi. Mereka tetap trading tapi kita tidak bisa whitdraw," kata Murni didampingi Beni.
Pada 7 Maret 2022. nasabah mulai kehilangan modal yang diinvestasikan.
"Malamnya, trading lagi, tapi minus yang luar biasa dan itu terus menerus tidak setop sampai equity kita terkuras," kata Murni.
foto
Ia mengatakan jika sebetulnya lebih dari 300 orang menjadi korban aplikasi Fahrenheit, kerugian total Rp 5 triliun.
"Di Bali ini ada 300 orang yang menjadi korban, sedangkan untuk di seluruh Indonesia masih lebih dari itu. Total kerugian kalau dijumlahkan ada mencapai Rp 5 triliun," tambahnya.