Gridhot.ID - Jenderal Andika Perkasa kini membuat gebrakan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Jenderal Andika Perkasa kini berstatus sebagai Panglima TNI setelah sebelumnya memegang jabatan sebagai KSAD.
Beberapa aksi Jenderal Andika Perkasa selama menjadi Panglima TNI memang sering menjadi sorotan.
Kini yang terbaru, Jenderal Andika Perkasa membahas masalah seleksi penerimaan prajurit TNI.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jakarta, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tak kuasa menunjukan kemarahan ke anak buahnya yang menjelaskan alasan larangan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi prajurit TNI.
Momen kemarahan Jenderal Andika itu terekam di Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Rabu (31/3/2022).
Saat itu, Jenderal Andika memimpin Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI (Akademi, PA PK, Bintara, dan Tamtama)Tahun Anggaran 2022.
Dalam rapat itu, Jenderal Andika mempertanyakan poin nomor 4 tentang adanya larangan bagi keturunan tertentu untuk menjadi prajurit TNI.
Jenderal Andika mempertanyakan apa maksud dan penjelasan dari poin tersebut.
"Poin nomor 4, yang mau dinilai apa?
Kalau dia ada keturunan dari apa?," tanya Jenderal Andika kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto yang ikut rapat dengannya.
"Pelaku atau kejadian (tahun) 65-66," jawab Kolonel Dwiyanto itu.
Merasa tak puas dengan jawaban anak buahnya, Jenderal Andika meminta dasar hukum dari larangan tersebut.
"Bentuknya apa itu. Dasar hukumnya apa?," tanya Jenderal Andika.
"Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966," jawab Kolonel Dwiyanto.
Jenderal Andika kemudian meminta Kolonel Dwiyanto untuk membacakan penjelasan dari Tap MPRS tersebut.
"Oke, sebutkan. Apa yang dilarang oleh Tap MPRS," pinta Jenderal Andika.
"Yang dilarang komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow dari komunis tahun 65," beber Kolonel Dwiyanto.
Mendengar hal itu, ekspresi Jenderal Andika berubah.
Dia menanyakan kepada anak buahnya apakah yakin dengan penjelasannya itu.
"Siap, yakin," jawab Kolonel Dwiyanto.
Mendengar jawaban itu, sambil menunjuk ke arah Kolonel Dwiyanto, Jenderal Andika meminta anak buahnya itu untuk mencari di internet tentang penjelasan Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966.
"Cari, buka internet sekarang," tegas Jenderal Andika.
Jenderal Andika kemudian membeberkan mengenai penjelasan dari Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966
"Yang lain saya kasih tahu ini.
Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966 (mengatur tentang) satu, PKI merupakan organisasi terlarang."
"Tidak ada kata-kata underbow segala macam.
Menyatakan komunisme, leninisme, Marxisme sebagai ajaran terlarang, itu isinya," papar Jenderal Andika.
"Ini adalah dasar hukum, legal ini," lanjut Jenderal Andika.
Andika menegaskan kepada jajarannya untuk patuh terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
Jenderal Andika meminta aturan larangan bagi keturunan PKI menjadi prajurit TNI untuk dihapuskan.
"(Lantas) Keturunan (PKI) ini melanggar Tap MPRS apa, dasar hukumnya apa yang dilanggar sama dia?" tanya Andika.
"Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundangan ingat ini."
Dirinya juga meminta, kalau ada larangan harus dipastikan pula sesuai dengan dasar hukum.
"Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," tegas Jenderal Andika.
"Di zaman saya tidak ada lagi dari apa karena saya menggunakan dasar hukum.
Oke hapus (poin) nomor 4 (yang menyoalkan tetang pelarangan keturunan PKI mendaftar TNI)," tegas Jenderal Andika.
Pada momen yang sama, Andika juga menghapus syarat renang dalam tahapan Tes Kesamaptaan Jasmani.
Yakni yang mencakup pemeriksaan postur tubuh, kesegaran jasmani, dan ketangkasan jasmani.
Andika kemudian memerintahkan agar pemeriksaan postur tubuh dihapus.
Pertimbangannya karena sudah dilakukan pada saat tes kesehatan.
"Kita jangan duplikasi padahal kita bukan orang kesehatan."
"Menurut saya kalau samapta kesegaran jasmani sudah itu saja."
"Yang postur segala macam tadi, sudah diukur oleh kesehatan dan detail banget," kata Andika.
Tak hanya itu, Andika menghapuskan syarat kemampuan renang dan akademik dalam Tes Kesamaptaan Jasmani.
Menurutnya, syarat kemampuan renang tersebut tidak adil.
Soal kemampuan akademik calon prajurit TNI, Andika menyebut cukup dilihat dari transkrip nilai terakhir dan ijazah saja.
"Itu sudah tidak usah lagi. Kita tidak fair juga, ada orang yang tempat tinggalnya jauh dari (kolam renang) tidak pernah renang, nanti tidak fair," lanjut Andika.
"Tidak usah ada lagi tes akademik. karena menurut saya sudah cukup nilai akademik (diambil) dari ijazahnya."
"Kalau ada ujian nasional sudah, itu lebih akurat lagi. Ya itu saja," kata Andika.
(*)