Menurut amina, komunitas Amerika keturunan Afrika melihat Islam sebagai agama keadilan di tengah ketidakadilan berdasarkan warna kulit yang mereka alami saat itu.
Namun amina juga tidak menampik bahwa diskriminasi dan rasisme tidak berhenti begitu saja setelah ia memeluk Islam.
"Kita, dalam berbagai hal, naif terhadap kenyataan bahwa meski tidak ada justifikasi dalam Islam untuk rasisme, tapi tetap saja ada rasisme di dalam komunitas Muslim," lanjut amina.
Data PEW Reserch Center tahun 2019 menunjukan bahwa warga keturunan Afrika jumlahnya seperlima dari total umat Muslim di Amerika, sekitar separuhnya adalah mualaf.
"Saat mulai memeluk agama Islam, saya hanya berpikir kenapa tidak dicoba saja. Saya tidak menyadari bahwa keputusan itu menjadi komitmen sepanjang hidup," kata amina sambil tertawa.
Menjadi imam salat Jumat
amina wadud meraih gelar doktor dari University of Michigan, Amerika Serikat, untuk studi Arab dan Islam.
Diketahui dari TribunJabar, ia juga mengenyam pendidikan bahasa Arab di American University di Kairo, Mesir, serta Studi Quran dan Tafsir di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Ia memulai riset untuk bukunya, Quran and Woman, sebagai bagian dari disertasinya sejak 1980-an.
"Saya mempelajari bahasa Arab sebagai kunci bagi pintu pemahaman (Al-Quran), bukan sebagai pintunya," kata amina.
Sejak diterbitkan 30 tahun lalu, Quran and Woman telah diterjemahkan ke dalam setidaknya tujuh bahasa, termasuk bahasa Indonesia.