Gridhot.ID – Rusia berulang kali mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan kekuatannya.
Dikutip Gridhot dari Tribun WOW sebelumnya, Rusia sempat mengeluarkan ancaman kalau negara mereka bisa meluluh-lantahkan seluruh negara NATO hanya dalam waktu setengah jam saja jika perang nuklir terjadi.
Rusia memang tak henti-hentinya menunjukkan kalau mereka yakin bisa memenangkan perangnya melawan Ukraina.
Memang dikutip Gridhot dari Kompas.com, ketika Rusia masuk ke Ukraina pada Februari, tidak seorang pun di Barat berpikir bahwa Kyiv memiliki peluang melawan pasukan Moskwa yang perkasa.
Namun, setelah Rusia gagal mencetak kemenangan cepat, para pendukung Ukraina sekarang percaya bahwa Kyiv dapat menjadi pemenang dari konflik tersebut, meskipun apa yang sebenarnya disebut kemenangan seperti itu masih belum jelas.
Kantor berita AFP memprediksi seperti apa kemenangan yang bisa diraih militer Ukraina, mulai dari yang tidak mungkin seperti kembalinya Crimea ke pelukan mereka, hingga kebuntuan di front timur tempat Rusia memfokuskan upayanya.
1. Kembalinya Crimea
Pekan lalu Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan, Rusia harus didepak keluar dari seluruh Ukraina, menyiratkan bahwa Inggris mendukung Ukraina mengambil kembali provinsi Crimea yang dianeksasi oleh Moskwa pada 2014.
Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa kembalinya Crimea ke Ukraina tampaknya sangat tidak mungkin.
"Itu akan membuat rezim Putin dipertanyakan, yang legitimasinya meningkat" di Rusia setelah pencaplokan itu, kata Michel Duclos mantan duta besar Perancis dan penasihat khusus lembaga pemikir Institut Montaigne di Paris.
Pasukan Rusia harus tiba-tiba menyerah, tetapi menyamakan kekuatan hampir sama sulitnya dengan membayangkan kemenangan spektakuler yang tiba-tiba, kata Michel Goya mantan kolonel tentara Perancis.
2. Mencapai situasi sebelum invasi
Rusia tampaknya mengabaikan tujuan awal merebut Kyiv dan sudah mundur dari utara, tetapi masih menempati sebagian besar wilayah timur dan selatan. Kyiv juga terus memukul mundur pasukan Rusia dari wilayah-wilayah yang didudukinya sejak invasi pada 24 Februari.
"Ini akan menjadi semacam kemenangan tetapi perlu ada keuntungan militer" dan diplomasi bagi Rusia untuk menyelamatkan muka, menurut Duclos. Sergei Karaganov ketua kehormatan lembaga pemikir Council for Foreign and Defence Policy di Moskwa dan mantan penasihat Kremlin mengatakan, Rusia "tidak boleh 'kalah' sehingga kami membutuhkan semacam kemenangan".
Mundurnya Rusia baru akan memiliki arti jika ada jaminan bahwa Moskwa tidak ikut campur dalam urusan luar negeri Ukraina, kata analis politik Vladimir Socor dalam debat yang diselenggarakan oleh Jamestown Foundation.
Namun, penarikan seperti itu akan meninggalkan wilayah Donetsk dan Luhansk yang dikendalikan oleh separatis yang didukung Rusia sejak 2014 ke tangan Moskwa
"Zelensky tidak memiliki wewenang untuk menyerahkan (Donetsk dan Luhansk), dan tanpa (Donetsk dan Luhansk) Putin tidak dapat meninggalkan meja di mana dia telah berjudi dan kehilangan begitu banyak," kata ahli strategi militer Amerika Edward Luttwak.
"Satu-satunya jalan keluar", kata Luttwak Selasa di Twitter, adalah referendum.
Warga akan memilih apakah akan tetap menjadi bagian dari Ukraina atau bergabung dengan Rusia, yang dengan sendirinya dapat menjadi kemenangan bagi Moskwa.
3.Kebuntuan
Sejak Rusia mengalihkan fokusnya untuk "membebaskan" seluruh Donbass, hanya ada sedikit kemajuan di kedua sisi. Skenario yang mungkin adalah "perang oposisi akan berlangsung tanpa eskalasi besar", kata Marie Dumoulin direktur program Wider Europe di European Council on Foreign Relations (ECFR).
Ukraina dapat menganggap situasi seperti itu sebagai kemenangan sah, setelah menahan Rusia dari Kyiv dan mempertahankan akses ke laut, ujar Goya.
Pada gilirannya, Rusia dapat tergoda untuk menjual kemerdekaan yang diproklamirkan sendiri dari wilayah Donetsk dan Luhansk dan merebut kota-kota utama di sepanjang Laut Azov sebagai keberhasilan, meskipun para ahli berkata bahwa ini tidak mungkin cukup untuk Moskwa.
Menandatangani lepasnya Donbass mungkin bakal menjadi pil yang terlalu pahit untuk ditelan Ukraina, menurut Margarita Assenova dari Jamestown Foundation di Washington, yang menerangkan bahwa Ukraina tidak akan berhenti berjuang sampai semua wilayahnya kembali terkendali.
"Setelah begitu banyak kekejaman dan penculikan warga Ukraina, tidak ada banyak ruang bagi Kyiv untuk memilih opsi lain," pungkasnya.
(*)