Gridhot.ID - Aktivis HAM Papua Theo Hesegem berbicara mengenai kejanggalan tewasnya Bripda Diego Rumaropen.
Diberitakan sebelumnya, anggota Brimob Yon D Wamena ini diduga dibunuh oleh KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya pada Sabtu (18/6/2022).
Lokasi penganiayaan terjadi di Napua, Kabupaten Jayawijaya, sekitat pukul 17.00 WIT.
Saat penyerangan itu, korban mendampingi Danki Brimob Yon D Wamena AKP R menembak sapi di Napua.
Usai menembak sapi, AKP R kemudian menitipkan senjata api yang dibawanya kepada korban, sebelum mengambil sapi yang ditembaknya.
Tak lama kemudian, korban diserang orang tak dikenal (OTK) menggunakan senjata tajam dan pelakumengambil senjata api yang dibawanya.
Aktivis Ham Papua Theo Hesegem menyebut ada 4 kejanggalan tewasnya Bripda Diego Fernando Rumaropen.
"Kejadian ini sama sekali tidak masuk diakal dan sama sekali tidak bisa dimengerti, karena ada beberapa kejanggalan setelah saya baca dari kronologi yang dimaksud," kata Theo melalui rilis pers yang diterima TribunPapua.com, Kamis (23/6/2022).
"Ada beberapa hal yang menjadi janggal dan sebagai pembela HAM saya tidak mengerti dengan peristiwa ini," ujarnya.
Berikut kejanggalan yang diungkap Theo Hesegem:
Menembak Sembarangan
Menurut Theo, biasanya anggota TNI-Polri sudah memperhitungkan bahwa tidak mengluarkan atau menembak dengan sembarangan.
Lantaran peluru hanya diperhitungkan untuk menembak orang yang dianggap musuh atau lawan itulah prinsip anggota TNI/Polri.
"Peluru tidak pernah diperhitungkan untuk menembak sapi atau binatang lain. Saya tidak mengerti seorang komandan Brimob yang tidak memperhitungkan dan menganalisa resikonya dengan bijaksana tetapi merespon dengan cepat untuk datang di lokasi untuk menembak sapi," ujarnya.
Abaikan Daerah Konflik
Kejanggalan berikutnya, yaitu Komandan Brimob AKP Rustam tak memikirkan dan menganalisa bahwa daerah tersebut adalah daerah rawan konflik.
"Justru cepat merespon ketika saudara Alex Matuan untuk membantunya menembak sapi milik Alex Matuan di daerah Napua Kabupaten Jayawijaya," katanya.
Theo mengatakan, sangat ketahui betul bahwa berdasarkan data intelijen daerah Habema adalah daerah rawan konflik.
Sebagai komandan Brimob, lanjut Theo, mestinya telah mengetahui daerah tersebut adalah daerah rawan. Sedangkan dia hendak ke daerah dan tidak mengajak anggota Birimob lain.
"Sampai sejauh mana hubungan antara saudara Alex Matuan dan seorang Komandan Brimob, apakah ada hubungan saudara, teman atau hanya sebatas minta tolong untuk menembak sapi," ujarnya.
Komandan Tak Bawa Senjata
Menurut Theo, setelah sapinya ditembak, Komandan Brimob meninggalkan anggota Bripda Diego dengan dua pucuk senjata api.
"Mengapa Komandan Brimob melepaskan senjata mengecek sapi tanpa membawa senjata," tanyanya.
"Apakah ada perjanjian dengan orang lain untuk menghilangkan nyawa saudara Rumaropen atau merampas senjatanya di tangan korban, lalu di bawah kabur sejatanya,"ujarnya.
Theo menegaskan, seharusnya sebagai Komandan Brimob harus mempelajari situasi belakangan ini di Kabupaten Jayawijaya.
"Kita ketahui ada beberapa pristiwa, demo berturut-turut namun berjalan dengan aman tanpa ada masalah, dan beberapa waktu kemudian terjadi pengibaran Bendera Bintang Kejora di beberapa tempat di kota Wamena," ujar Theo.
Dia mengatakan, setelah pengibaran bendera tersebut aksi demo pada 10 Mei 2022, terjadi mematakan tukang bendera di halaman Kantor DPRD Kabupaten Jayawijaya.
"Semua peristiwa ini perlu diamati secara cerdas oleh komandan sebagai seorang pimpimpinan. Justru komandan mengorbankan anak buahnya hingga sampai nyawanya korban begitu saja," katanya.
Tidak Ada Balasan Bripda Diego
Theo juga mempertanyakan tidak adanya perlawanan dari Bripda Diego, padahal dia membawa dua pucuk senjata.
"Logikanya mungkin dengan panah di lempar dari jarak jauh, kalau dibacok dengan parang atau pisau mestinya harus ada perlawanan karena jarak dekat," ujarnya.
Dari semua kejanggalan, dia berharap AKP R dapat menjelaskan kejadian yang sesungguhnya di lapangan.
Theo meminta kepada Kapolri dan Polda Papua, mengambil langkah-langkah hukum tanpa mengorbankan masyarakat yang sama sekali tak tau masalah.
"Karena semua ini adalah kelalaian komandan Brimob tidak bijaksana dapat menganalisa situasi diakhir-akhir ini di Kabupaten Jayawijaya," katanya.
Sebelumnya diberitakan, setelah Bripda Diego tewas, orang tak dikenal yang diduga anggota KKB Papua merampas senjata api.
Ada dua senpi yang dirampas, yaitu senjata api bahu jenis SSG08 (sniper) dan AK101 yang merupakan senajata buatan Rusia.
Mengutip Kompas.com, Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri mengungkap, KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya diduga sebagai dalang kasus tewasnya Bripda Diego.
Egianus Kogoya juga menyatakan bertanggungjawab atas serangan yang menewaskan anggota Brimob di Distrik Napua, Jayawijaya, Papua pada Sabtu (18/6/2022).
Menurut Egianus Kogoya, aksi teror KKB Papua di Distrik Napua merupakan peringatan bagi Pemerintah Indonesia.
"Kami sampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan anggota TNI-Polri untuk tidak melakukan operasi penyisiran di pemukiman penduduk asli Papua," katanya.
(*)