GridHot.ID - Belakangan ini, muncul tanda-tanda bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua akan terpecah belah.
Melansir tribunpalu.com, Presiden Sementara Papua Barat Benny Wenda sebagai pemicunya.
Keputusan bos Kelompok Kriminalitas Bersenjata atau KKB Papua Benny Wenda mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara ternyata bukan keputusan sidang istimewa ULMWP.
Dilansir dari tribunkaltim.co. tersiar kabar bahwa internal KKB Papua terpecah belah, apakah benar?
Dan kabarnya dukungan di PBB untuk Papua merdeka semakin kendor.
Lantaran beberapa negara menarik dukungannya.
Beberapa pihak menuding bahawa Benny Wenda menjadi penyebab larinya dukungan internasional kepada KKB Papua.
Selengkapnya ada dalam artikel ini.
Keputusan bos Kelompok Kriminalitas Bersenjata atau KKB Papua Benny Wenda mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara ternyata bukan keputusan sidang istimewa ULMWP.
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua ULMWP Octavianus Mote melalui video yang diunggah akun ULMWP News @KagoyaSilas.
Octavianus Mote mengawali video berdurasi 2 menit 20 detik dengan menyatakan bahwa di bawah kepemimpinan Beny Wneda, ULMWP pecah kiri kanan.
Menurut Octavianus Mote, perjuangan hanya dikendalikan oleh satu kelompok yang berasal dari satu kampung.
"Mereka itu yang hanya mendengar dia (Benny Wenda)," kata Octavianus Mote.
Dia mengaku ULMWP tidak kuat.
"Di dalam ULMWP sendiri tidak kuat," ujarnya.
Octavianus Mote mengatakan, banyak pihak menuntut agar dilakukan rekonsiliasi.
"Jadi dimana-mana tuntutannya adalah rekonsiliasi. Itu yang sangat vital. Mestinya itu yang diutamakan," tandas Octavianus Mote.
Dia juga mengungkapkan bahwa dukungan negara lain di forum Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB juga sudah berkurang.
"Yang terjadi di PBB, dari 7 negara, hanya 1 saja yang pidato. Enam lainnya sudah menghilang. Dari yang ada di tangan saja enam sudah terbang jauh," beber Octavianus Mote.
Menurutnya, berkurangnya dukungan dari negara-negara menandakan kemenangan diplomasi pihak musuh.
"Itu kemenangan diplomasi pihak musuh. Mestinya konsen kita disitu," katanya.
Octavianus Mote juga menyebut ada tiga komponen yang mengikuti rapat membahas pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat.
"Sejauh ini dari 3 komponen yang ikut dalam rapat itu, satu kompenen ajukan argumen sangat signifikan, menyatakan bahwa ini belum waktunya. Tapi yang lain mendesak bahwa kalau gitu masukkan menjadi agenda untuk dibicarakan. Dan keputusan final waktu itu adalah menunda," beber Octavianus Mote.
Namun tiba-tiba Benny Wenda membuat pengumuman pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat.
"Tiba-tiba Benny Wenda mengumumkan. Itu membuat saya sebagai wakil ketua dan komponen yang ikut rapat, semua terkejut. Karena tidak ada yang memberi mandat kepada Benny Wenda untuk mengumumkan pada 1 Desember 2020," terangnya.
Menurut Octavianus Mote, begitu diumumkan Benny Wenda jauh dari keputusan sidang istimewa, terjadi pro kontra dan perdebatan yang luar biasa.
"Apakah ini secara terbuka kita tolak atau...Supaya musuh tidak memanfaatkan, nanti kita bicara saja. Itu yang sedang terjadi sekarang," ujar Octavianus Mote.
Deklarasi ULMWP
Melansir ulmwp.org sebelum situs ini diblokir Kominfo, pembentukan ULMWP diawali dengan pertemuan para pemimpin Papua Barat di Vanuatu pada 7 Desember 2014.
Ada tiga faksi yang ikut pertemuan tersebut, yaitu Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Koalisi Nasional untuk Pembebasan (WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat (PNWP).
Dalam pertemuan itu, ketiga faksi yang berbeda dari gerakan kemerdekaan, sepakat bersatu untuk membentuk ULMWP atau Persatuan untuk Pembebasan Papua Barat.
Pada 3 Mei 2016, perwakilan Pemerintah dari seluruh dunia berkumpul di Gedung Parlemen, London untuk menyatakan dukungan mereka untuk pemungutan suara yang diawasi secara internasional tentang penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat.
Pertemuan itu diberi pengarahan oleh anggota parlemen, pengacara dan akademisi, yang semuanya membahas dan menegaskan hak dasar rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Pernyataan:
Kami Anggota DPR yang bertanda tangan di bawah ini:
I. Menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berkelanjutan di Papua Barat tidak dapat diterima
II. Peringatkan bahwa tanpa tindakan internasional, orang-orang Papua Barat berisiko punah
III. Menegaskan kembali hak rakyat West Papua atas penentuan nasib sendiri yang sejati
IV. Nyatakan 'Tindakan Pilihan Bebas' tahun 1969 sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip ini
V. Menyerukan pemungutan suara yang diawasi secara internasional tentang penentuan nasib sendiri sesuaidengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan 1541 (XV)
Istana Westminster, London, 3 Mei 2016
Ada 21 orang yang ikut menandatangani pernyataan tersebut, yaitu Benny Wenda (United Liberation Movement for West Papua), Samuela 'Akilisi Pohiva (PM Tonga), Bruno Leignkone (Menteri Luar Negeri Vanuatu), Ralph Regenvanu (Menteri Pertanahan Vanuatu), Gary Juffa (Gubernur Provinsi Utara Papua Nugini), Duta Besar Rex Horoi (Utusan Khusus untuk Papua Barat).
Berikutnya, Hon Manasseh Sogavare (PM Kepulauan Solomon), Lord Alton (House of Lords Inggris), Lord Harries (House of Lords Inggris dan mantan Uskup Oxford), Andrew Smith MP (Parlemen Inggris), Alan Whitehead MP (Parlemen Inggris), Nick Brown MP (Parlemen Inggris), Caroline Lucas, MP (Parlemen Inggris), Richard Di Natale (Pemimpin Partai Hijau Australia).
Selain itu, Scott Ludlam (Parlemen Australia), Robert Simms (Parlemen Australia), Frances Bedford (Parlemen Australia), Bart Staes (MEP Belgia), Catherine Delahunty MP (Selandia Baru), Joe Natuman (Wakil Perdana Menteri dari Vanuatu) dan Dr Rupert Roopnaraine MP (Menteri Pendidikan Guyana).
Kemudian pada Desember 2020, Benny Wenda mengumumkan pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat.
Pemerintahan Sementara beroperasi menurut sistem presidensial, diatur oleh prinsip-prinsip Demokrasi Hijau.
Kabinet penuh yang memimpin 12 departemen di lapangan di Papua Barat diumumkan pada 1 Mei 2021.(*)