Rapat kilat itu setelah Putri Candrawathi dan rombongan dari Magelang, Jawa Tengah, tiba. Di rombongan itu, Brigadir J tak semobil dengan istrri Ferdy Sambo.
Bertempat di lantai tiga rumahnya, Ferdy Sambo memanggil bergiliran orang-orang yang baru tiba dari Magelang, kecuali Brigadir J.
"Dia memanggil KM (Kuat Maruf), RR (Ricky Rizal) dan Richard untuk dia (Ferdy Sambo, red) kasih arahan, bahwa kalian harus lakukan ini, ini dan ini," terang Taufan.
Menurut Taufan, saat Kuat Maruf, Bripka RR, dan Bharada E dipanggil satu per satu, Ferdy Sambo mengaku tanpa didampingi istrinya.
Bharada E menghadiri rapat dalam durasi sangat pendek tapi perintah dari Ferdy Sambo sangat jelas, yaitu sebagai eksekutor Brigadir J di rumah dinas.
"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian itu (rapat, red) Ibu PC dalam keadaan menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah," beber Ronny tempo hari.
Kepada setiap orang, Ferdy Sambo memberikan tugas-tugas tertentu dan harus seperti apa setelah eksekusi Brigadir J di rumah dinas.
Orang-orang yang dipanggil mengiyakan skenario yang dibuat Ferdy Sambo, termasuk kalau di kemudian hari kematian Brigadir J menjadi masalah.
Kata Taufan, ada bahasa-bahasa menurut pengakuan mereka, seperti "Iya. Oke, akan kami lakukan," dan "Siap Komandan."
Skenario yang dibuat Ferdy Sambo saat itu, bahwa istrinya menjadi korban pelecehan seksual Brigadir J di rumah dinas dan kematiannya karena adu tembak dengan Bharada E.
Ferdy Sambo Gunakan Pistol HS-9