Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap ke depan proses rekrutmen baik jalur mandiri atau jalur afirmasi yang lain harus diperbaiki agar lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut mengawasi.
"Mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," ujarnya.
Untuk diketahui, Karomani bukan menjadi satu-satunya tersangka dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
KPK juga menetapkan 3 nama lain menjadi tersangka. Dua di antaranya pejabat di Unila, sementara satu orang dari pihak swasta.
Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), dan pihak swasta pemberi suap Andi Desfiandi (AD).
KPK mengatakan, penetapan status tersangka ini dilakukan usai ditemukannya bukti yang cukup kuat saat penyelidikan.
Mengutip Kompas.com, KPK menemukan aliran uang dari Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo dan Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila.
Ghufron mengatakan uang itu diduga bersumber dari keluarga calon mahasiswa yang lulus Simanila berkat keputusan Karomani.
"Uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 Miliar," kata Ghufron.
Adapun Karomani memerintahkan Heryandi dan Budi Sutomo untuk menyeleksi calon mahasiswa baru yang lulus secara personal. Muhammad Basri juga terlibat dalam proses ini.
Dalam seleksi itu, terdapat kesanggupan orang tua calon mahasiswa untuk membayar sejumlah uang agar anak mereka lulus dan masuk ke Unila.
Karomani juga memerintahkan seorang dosen bernama Mualimin untuk ikut mengumpulkan uang dari orang tua calon mahasiswa. Totalnya sebesar Rp 603 juta.