Gridhot.ID - Putri Candrawathi diketahui sudah mulai diperiksa oleh pihak kepolisian.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Putri Candrawathi menghadapi 80 pertanyaan yang diajukan selama 12 jam lamanya.
Putri disebut masih terus mengatakan bahwa Brigadir J melakukan pelecehan seksual kepada dirinya.
Istri Ferdy Sambo itu juga membantah kalau dirinya ikut campur dalam skenario penembakan suaminya.
Hal ini langsung mendapat perhatian dari pengacara keluarga Brigadir J.
Dikutip Gridhot dari Tribunstyle, pengacara keluarga Brigadir J, Martin Simanjuntak mendesak Putri Candrawathi selaku istri Ferdy Sambo untuk bisa jujur dalam pemeriksaan kasus pembunuhan berencana pada Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Pasalnya menurut Martin, jika Putri Candrawathi terus ngotot soal kekerasan seksual sebagai latar belakang pembunuhan berencana ini, maka justru memberatkannya.
Martin pun mengingatkan kemampuan Jaksa Penuntut Umum dan Hakim dalam melakukan pemeriksaan sudah tidak perlu diragukan lagi, ditambah dengan adanya publik yang terus mengawal kasus pembunuhan Brigadir J ini.
"Yang paling baik dan paling benar adalah berkata jujur.
Karena untuk berbohong itu sulit. Untuk berbohong itu, untuk melakukan argumen kita, kita harus menutupinya lagi untuk kebohongan.
Secara spontanitas komunikasi kita akan ada jeda waktu."
"Kemampuan dari Jaksa Penuntut Umum dan Hakim untuk melakukan pemeriksaan itu jangan ditanyakan, mereka hebat-hebat, mereka punya skill disitu.
Oleh karena itu berdasarkan kepercayaan publik ini juga penting."
"Karena publik akan terus mengawal baik motif maupun strategi yang mereka gunakan.
Kalau masih melakukan narasi kekerasan seksual, bukan meringankan ini malah akan memberatkan mereka," kata Martin dikutip TribunStyle.com dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (28/8/2022).
Lebih lanjut Martin memperingatkan soal pentingnya simpati dan empati dari keluarga Brigadir J untuk para tersangka seperti Putri, Ferdy Sambo, Bripka RR, serta Kuat Ma'ruf.
Jika mereka terus bersikeras tak mau jujur dan terus menggunakan narasi kekerasan seksual, maka keluarga akan sulit memaafkan mereka.
"Di samping itu selain kapabilitas dari Hakim dan opini publik, hal yang penting saat ini adalah simpati atau empati dari keluarga korban. Ini tidak akan bisa didapat oleh PC, FS, RR, dan KM yang perannya berbeda-beda."
"keluarga akan sulit bersimpati dan berempati kepada mereka kala dalam hal ini apa yang terjadi masih seperti apa yang mereka sebut, melalui apa yang mereka sudah sampaikan pada rekayasa kasus di Duren Tiga, yaitu kekerasan seksual."
"Saya pastikan kalau ini (kekerasan seksual) masih menjadi narasinya dan strateginya, keluarga tidak akan pernah mau memaafkan mereka," terang Martin.
Padahal dalam persidangan kasus pidana, adanya perdamaian, kesepakatan, atau pemberian maaf dari korban mempunyai bobot besar di persidangan.
Serta bisa meringankan para tersangka, baik dalam persidangan atau terkait vonis hukuman.
"Salah satu pertimbangan hakim itu dalam tindak pidana adanya perdamaian, kesepakatan atau pemberian maaf.
Itu bobotnya besar dalam persidangan," pungkasnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunstyle |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar