"Pangkalan tambahan mungkin termasuk pangkalan angkatan laut," katanya.
Di sisi lain, Departeman Pertahanan AS khawatir bahwa pasukan Amerika di Asia tidak memiliki kemampuan logistik yang cukup untuk mengisi bahan bakar dan mempersenjatai kembali apabila terjadi konfrontasi militer regional.
Oleh karena itu, menggunakan pangkalan militer Filipina akan membantu pasukan untuk melawan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA).
Saat ini, AS mendasarkan pasukannya sebagai bagian dari Visiting Forces Agreement (VFA) di pulau-pulau yang dikuasai Filipina di Scarborough Shoal.
Ini juga akan sejalan dengan US Marine Corp Force Design-2030 yang membayangkan unit-unit kecil Korps Marinir AS yang bergerak tersebar di seluruh rantai pulau pertama dan di pulau-pulau yang dikendalikan oleh negara-negara sahabat di Laut China Timur dan Selatan untuk melakukan 'tembakan jarak jauh' pada aset militer dan udara China.
Meskipun Filipina telah mempertahankan saluran komunikasi dan upaya rekonsiliasi dengan China, kerja samanya dengan Barat tampaknya justru semakin berkembang.
EurAsian Times melaporkan bahwa P-8 Poseidon Angkatan Udara Australia yang dicegat oleh J-16 terbang di atas Laut Cina Selatan dari Pangkalan Udara Clarks di Filipina.
AS dan Filipina Bekerja Sama Melawan China?
Pernyataan Romualdez muncul hampir sebulan setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken meyakinkan Filipina bahwa AS akan membela negaranya jika diserang di Laut China Selatan.
Pada saat itu, Blinken menyatakan bahwa perjanjian pertahanan antara kedua mitra itu “sangat ketat”.
Sejak 2009, Beijing telah berusaha untuk memperkuat klaimnya di Laut China Selatan.