GridHot.ID - Raksasa energi Rusia Gazprom mengatakan telah menandatangani perjanjian dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) untuk memulai pembayaran pasokan gas ke Beijing dalalam yuan dan rubel, bukan dolar AS, pada Selasa (6/9/2022), dikutip dari Aljazeera.
"Mekanisme pembayaran baru adalah solusi yang saling menguntungkan, tepat waktu, andal, dan praktis," kata CEO Gazprom Alexei Miller seperti dikutip dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan konferensi video dengan kepala grup minyak China CNPC, Dai Houliang.
Menurut Miller, mekanisme itu akan "menyederhanakan perhitungan" dan "menjadi contoh yang sangat baik bagi perusahaan lain".
Miller juga menjelaskan kepada mitranya dari China tentang status pekerjaan pada proyek untuk pasokan gas melalui rute timur, pipa gas 'Power of Siberia' yang menghubungkan jaringan gas Rusia dan China.
Perubahan pembayaran tersebut merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi ketergantungan Rusia pada dolar AS, euro, dan mata uang lainnya.
Terkait hal itu, dilansir dari Reuters, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Rabu (7/9/2022) bahwa China akan membayar gas dari Gazprom dengan rubel dan yuan berdasarkan pembagian 50:50.
Gazprom, yang memiliki monopoli atas ekspor gas Rusia melalui pipa, mengatakan bagian linier dari pipa gas dari ladang Kovyktinskoye di wilayah Irkutsk ke ladang Chayandinskoye di Yakutia hampir selesai.
Gas dari ladang Kovykta diharapkan mengalir ke Power of Siberia sebelum akhir 2022, kata perusahaan itu.
"Pemenuhan kewajiban kontraktual Gazprom untuk meningkatkan volume pasokan gas ke China pada 2023 akan dipastikan," kata perusahaan itu.
Gazprom mengatakan parameter teknis utama pengiriman telah diperbaiki dan telah mulai merancang pipa gas.
Rusia sudah mengirim gas ke China melalui pipa Power of Siberia, yang mulai memompa pasokan pada 2019, dan dengan mengirimkan gas alam cair (LNG).