Gridhot.ID - Hingga detik ini Rusia masih terus menggempur Ukraina.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Presiden Rusi Vladimir Putin bahkan sampai mengeluarkan ancaman ke Ukraina.
Putin mengancam akan melakukan yang lebih berat ke Ukraina jika mereka terus-terusan melawan Rusia.
Bahkan beberapa waktu lalu Putin kepergok mengirimkan serangan brutal ke Ukraina menggunakan rudal.
Akibat dari peperangan yang tak berkesudahan ini, dunia kini di ambang krisis.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi mengungkapkan situasi sulit di dunia dampak perang Rusia - Ukraina belum akan berakhir.
Retno secara jujur mengatakan pemerintah tidak tahu kapan perang akan selesai dan sepanjang perang terus berlangsung dampaknya akan sangat dirasakan terutama oleh negara berkembang.
Retno mengatakan Presidensi G20 Indonesia menjadi presidensi yang tersibuk dan tersulit sebab perang di Ukraina menambah kompleksitas permasalahan dunia yang juga berdampak pada interaksi antarnegara, termasuk diantara negara-negara anggota G20.
"Disitulah kita melihat bahwa semakin terpecah belah. Menyikapi perang di Ukraina banyak sekali negara yang mengambil pendekatan hitam putih. Win Us or Against us. Padahal masalahnya sangat sangat kompleks dan sebagai akibatnya perbedaan pandangan dan posisi antar negara menjadi semakin sulit untuk dijembatani," ujar Retno saat menjadi pembicara di Seminar PPRA 64 Lemhannas RI, Selasa (11/10/2022).
Menlu RI mengatakan IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga kemampuan negara berkembang terbatas.
Karena situasi ini, kemudian memicu hutang publik meningkat setidaknya 60 persen bagi negara berpendapatan rendah.
Banyak negara berkembang yang tidak terlindungi oleh jaminan perlindungan sosial, sehingga ada gap yang cukup besar yang harus dikelola oleh negara berkembang.
"Inflasi mencapai 8,7% di negara berkembang dan income perkapita inflasi ini angka rata-ratanya begitu, tetapi di beberapa negara berkembang angkanya sangat sangat tinggi. Kemudian income perkapita sekitar 40% negara berkembang akan masih berada dibawah pre pandemi pada 2023, yang berarti belum akan balik di angka pre pandemi pada titik di 2023 nanti," ujarnya.
Krisis pangan, energi, keuangan dengan cepat menjadi bagian dari realitas dunia.
Rusia dan Ukraina adalah negara yang memiliki posisi yang cukup penting dalam rantai pasok pangan dan energi global.
Sebab perang, terjadi lonjakan harga pangan dan energi yang tidak dapat dihindari.
Indeks harga pangan naik 20,8% dari tahun sebelumnya, dan sempat mencapai mencapai titik tertinggi pada Maret 2022.
Sementara itu, harga minyak mentah menembus angka USD 120 per barel, harga energi meningkat 50% dibanding tahun 2021, bahkan di Eropa harga gas meningkat 10 kali lipat dibandingkan lalu.
Harga pupuk dunia juga meningkat dua kali lipat rata-rata dibandingkan rata-rata 10 tahun belakangan ini, yang memungkinkan terjadinya krisis pangan di masa depan.
Retno mengungkapkan angkanya cukup mengkhawatirkan, diperkirakan 179-181 juta orang di 41 negara akan menghadapi krisis pangan.
Aspek yang lebih mengerikan lagi dari krisis pangan dan masih sering luput dari perhatian adalah krisis pupuk yang tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan krisis beras di kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada penduduk di kawasan Asia, yang sebagian besar makanan pokoknya terbuat dari beras.
"Dari data yang kita peroleh krisis ini kalau tidak ditangani maka dampaknya akan dapat memicu krisis beras. Kalau sudah bicara mengenai krisis beras, maka akan terkait oleh 2 miliar orang yang sebagian besar tinggal di Asia. Itu adalah bagian pertama yang menyebutkan bahwa inilah situasi dunia, dimana Presidensi G20 Indonesia dijalankan," ujarnya.
(*)