Hasilnya, kini kasus ini mulai ditangani oleh Div Propam Mabes Polri.
"Dan allhamdulilah saat ini masih berproses dan sudah mulai banyak yang mendampingi kakak saya, mulai dari aktivis perempuan Irma Hutabarat, sampai Pak Wilson juga turun tangan dan siap membantu kakak saya, dan Allhamdulilah sudah ada titik terang dan mulai diproses," tutupnya.
Tiwi tak puas dengan hasil sidang kode etik
Melansir TribunnewsSultra.com, dalam wawancara bersama Uya Kuya, Tiwi, mengaku tidak puas dengan hasil kode etik Ditpropam Polda Kaltara terkait kasus suami poligami dengan adik kandung istrinya sendiri itu.
"Saya merasa kecewa dengan keputusan yang diberikan Kabid Propam atau pihak Polda Kalimantan Utara," kata Tiwi.
"Menurut saya, bukti saya apa dan lain sebagainya. Pemeriksaan yang dilakukan apa ya hukumannya tidak sesuai lah kalau menurut saya," katanya.
"Apa yang saya lihat, apa yang terjadi dengan kawan-kawan yang lain teman-teman yang lain yaitu perselingkuhan saja yang didapat itu PTDH atau pemecatan secara tidak hormat," jelasnya menambahkan.
Diapun mengungkapkan perjalanan sidang kode etik terhadap dirinya bersama suami berpoligami yang dilaporkannya tersebut.
"adi pas sidang itu gimana ya di dalam sidang itu lebih banyak menjurus ke permasalahan rumah tangga saya," ujarnya.
"Sementara disidang kode etik itu mungkin harusnya ya adalah permasalahan yang terjadi pernikahan Pak Haeruddin sebagai seorang polisi," lanjutnya.
Uya yang memandu program tersebut kemudian menyinggung regulasi Peraturan Kapolri atau Perkap Nomor 6 Tahun 2018.
"Kalau nggak salah, kalau nggak salah yah pasal 4 nya itu melarang bagi polisi yang merupakan pegawai negeri sipil untuk menikah lebih dari satu kali, lebih dari satu itu ada," katanya.
Selain itu, Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 yang juga melarang pegawai negeri untuk menikah lebih dari satu kecuali mendapatkan izin.
"Bahwa dilarang ya pegawai negeri sipil atau apapun ya untuk menikah lebih dari satu," jelasnya.
"Kecuali mendapatkan izin istri itupun apabila istri dianggap tidak mampu misalnya cacat atau tidak bisa memberikan keturunan sakit keras itu ada harus ada izin. Itu setahu saya," ujarnya menambahkan. (*)
Source | : | Tribunnews.com,TribunnewsSultra.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar