Gridhot.ID - Berbagai pro dan kontra bermunculan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bharada E dengan hukuman 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Meski direkomendasikan sebagai justice collaborator (JC), namun hal itu nampaknya tak mampu melepaskan Bharada E dari jeratan pasal 340 atau pembunuhan berencana.
Bharada E dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, tuntutan 12 tahun penjara kepada Bharada E terasa tidak adil.
Menurutnya, tuntutan jaksa terhadap Bharada E kurang memperhatikan status justice collaborator.
Bahkan jika dibandingkan dengan terdakwa Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf yang dituntut 8 tahun penjara, dakwaan Bharada E justru lebih berat.
"Soal sikap jaksa yang tuntutannya dirasa tidak memenuhi rasa keadilan, kita serahkan kepada kebijakan Jaksa Agung, karena memang terasa ada ketidakadilan dalam tuntutannya," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (19/1/2023).
"Tuntutan terhadap (Bharada) E yang nampaknya kurang menpertimbangkan status JC-nya merupakan tindakan yang melukai rasa keadilan," imbuh Fickar.
Lantas apa alasan Kejagung memutuskan tuntutan Bharada E 12 tahun penjara?
Melansir Kompas TV, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menjelaskan 2 alasan pihaknya tidak mengategorikan Bharada E, sebagai justice collaborator atau saksi pelaku dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Pertama, menurut Ketut, secara yuridis kasus pembunuhan berencana bukan tergolong tindak pidana tertentu yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2011. Sehingga kejaksaan tidak mengakui status Bharada E sebagai justice collaborator.