Menurut Yohanis, saksi kunci dalam peristiwa ini adalah 7 anggota TNI Pos Koramil Kisor yaitu Muhamad Iqbal, Edmon Hukubun, Klifi Febriansyah, Catur Prasetyo, Ronald Hindom, Juliano Askusriadi dan Imanuel Wenatubun, yang mengalami langsung peristiwa dimaksud.
"Dalam kesaksiannya dalam pengadilan, saksi Iqbal, Catur dan Klifi mengatakan melihat adanya pelaku masuk di dalam pos melakukan penyerangan mengunakan parang, namun mereka mengatakan tidak dapat memestikan bahwa pelaku adalah Melkias Ky."
"Saksi Ikbal misalnya dalam kesaksiannya ia mengatakan bahwa ia hanya melihat pelaku mengunakan jeket switer berwana putih merah, namun ia tidak melihat wajahnya karena pelaku berdiri membelakanginya, ia hanya melihat bagian belakang pelaku," lanjutnya.
Kata Yohanis, sedangkan saksi Edmon dan Ronal mengatakan saat peristiwa terjadi mereka sedang tidur dan ia baru bangun setelah peristiwa, sehingga mereka tidak melihat pelaku.
"Saksi Juliano mengatakan saat peristiwa ia sedang tidur, ia baru bangun setelah mendengar suara rekannya ia pun kemudian melakukan penyelamatan diri, ia mengatakan saat itu ia tidak melihat Melkias Ky dalam Pos Koramil," sambungnya.
Dikatakan Yohanis, saksi mahkota yang dihadirkan dalam sidang pun mencabut keterangannya dan mengaku awalnya mereka memberi keterangan yang menyebut bahwa Melkias Ky terlibat karena dipaksa bahkan dipukul oleh penyidik.
"Keterangan saksi Mahkota pun tidak bisa digunakan untuk menerangkan tuduhan JPU," ujarnya.
Lanjut Yohanis, sedangkan saksi lainnya yaitu saksi verbalisan 2 orang polisi pemeriksa saksi mahkota, keterangannya tidak bisa menjadi acuan utama sebab kedua saksi tidak menyaksikan langsung peristiwa dan juga tidak berada di TKP saat peristiwa terjadi.
"Tuntutan JPU ini terlihat jelas bahwa seluruh argumentasinya dibagun berdasarkan keterangan saksi pada berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian."
"Ini menunjukan bahwa JPU dalam menyusun tuntutan ini tidak berbasis pada fakta-fakta persidangan. Sedangkan keterangan saksi pada BAP bukanlah merupakan fakta sidang yang memiliki kekuatan pembuktian," sambungnya.
Yohanis menambahkan, tuntutan JPU yang tinggi serta tidak berasis pada fakta sidang/fakta materil, menunjukan bahwa JPU dalam memeriksa perkara ini tidak mengedepankan kepentingan keadilan hukum.