Gridhot.ID - Sebanyak 15 pekerja proyek pembangunan puskesmas di Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan berhasil dievakuasi Satgas Damai Cartenz ke Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Mereka sebelumnya mendapat ancaman dari KKB Papua yang meminta agar menghentikan proses pembangunan Puskesmas serta meninggalkan Distrik Paro.
Saat dimintai keterangan oleh aparat kepolisian, para pekerja itu menceritakan upaya mereka menyelamatkan diri dari KKB Papua.
Melansir dari Tribunnews.com, para pekerja bangunan mengaku tidak disandera oleh KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.
Meskipun mereka sempat bertemu dengan KKB Papua dan mendapatkan ancaman pada Sabtu (4/2/2023).
"Mereka didatangi oleh orang-orang bersenjata yang memerintahkan mereka untuk menghentikan pekerjaan," ujar Kepala Operasi Damai Cartenz Kombes Faizal Ramadhani di Timika, Kamis (9/2/2023).
Saat itu, kata Faizal, para pekerja mendapat perlindungan dari warga sekitar.
Warga kemudian membawa mereka ke rumah salah satu tokoh agama untuk berlindung.
Namun, warga setempat juga menyarankan agar para pekerja segera pergi dari Distrik Paro karena khawatir KKB akan kembali mencari mereka.
"Karena kemudian masyarakat melihat hal itu dan mengamankan mereka supaya tidak ke mana-mana dan terjadi sesuatu yang tak diinginkan kepada mereka," kata Faizal.
Warga juga membantu para pekerja tersebut menuju ke lokasi aman.
"Lalu saat itu masyarakat langsung menyarankan kepada mereka untuk pergi dan kemudian mereka pergi dibawa sama masyarakat ke titik arah yang kita gunakan untuk evakuasi," sambung Faizal.
Sementara itu, salah satu pekerja bangunan menceritakan kisahnya untuk menyelamatkan diri sebelum berhasil dievakuasi dari Distrik Paro.
Ia Zakarias Behuku (32), salah satu pekerja Puskesmas di Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pengunungan, yang dievakuasi TNI-Polri, Selasa (8/2/2023).
Zakarias mengaku diancam KKB hingga dirinya dan14 pekerja lain harus berjalan kaki selama 2 hari untuk tinggalkan Distrik Paro.
Zakarias bersama rekan dan warga Paro berjalan kaki pada Senin (7/2/2023) menuju Kota Kenyam menyeberangi kali, lembah, dan gunung.
"Kami baru sampai di Gunung Wea pada Selasa, 8 Februari 2023. Disitu istirahat dan melihat pesawat Susi Air datang," kata Zakarias kepada Tribun-Papua.com, Kamis (9/2/2023) di Kantor Polres Mimika.
Zakarias mengaku tak tahu kalau pesawat Susi Air dibakar KKB karena posisinya sangat jauh.
"Kami kemudian berjalan ke Gunung Wea (gunung tinggi) untuk mendapatkan jaringan dan berhenti untuk menginap satu malam di kaki Gunung Wea," kisahnya.
Tidak ada makanan dan minuman untuk menghilangkan dahaga karena berada di tengah hutan.
"Kami makan mie mentah dan ular yang dibakar seperti bakar batu. Pokoknya apa yang bisa dimakan, kami makan saat itu juga," ujarnya.
Saat di gunung, kata Zakarias, satu rekannya naik ke puncak gunung lalu menelepon Pale Gwijangge (rekannya), Kapolres, dan juga bupati untuk evakuasi menggunakan helikopter.
"Teman saya itu naik pukul 14.00 WIT pulang pukul 20.00 WIT. Jaraknya sangat jauh," tuturnya.
Mereka kemudian bergerak ke puncak Gunung Wea keesokan harinya sekitar pukul 05.00 WIT dan tiba pukul 08.30 WIT.
Di gunung itu, kata Zakarias, mereka menunggu helikopter dari Timika untuk jemput sekitar 1 sampai 2 jam dan mengevakuasi secara bertahap.
Kata Zakaria, sesuai informasi masyarakat bahwa gunung tersebut tidak boleh ada orang yang ribut.
"Kalau ribut kabut akan tutup gunung dan pada saat itu kabut tutup sehingga evakuasi terhambat," katanya.
Akhirnya, sebanyak 15 pekerja ini dievakuasi dari Kenyam lalu ke Timika, selanjutnya ke RSUD Mimika.
Usai menjalani pemeriksaan kesehatan di RSUD Mimika, Zakarias dan rekan lainnya dibawa ke Polres Mimika untuk diinterogasi hingga pukul 21.00 WIT.
Dilindungi Masyarakat Setempat
Kata Zakarias, awalnya mereka tidak tahu kalau diancam KKB, tapi ada bahasa dari masyarakat lokal setempat agar segera tinggalkan Paro.
Di Paro, 15 pekerja Puskesmas ini tinggal di balai desa dan dilindungi oleh masyarakat setempat.
"Saat di kampung kami juga tidak melihat ada orang pegang senjata," ungkapnya.
Zakarias mengaku, di Paro sudah sekitar 2 bulan lamanya. Hubungan dengan warga sekitar juga baik-baik saja hingga keluar dari Paro juga dikawal warga.
Saat keluar dari Paro mereka dibekali beras, dan mie instan. Kalau air minum mereka hanya mengandalkan air hujan.
Zakarias dan 14 teman lainnya mengalami tantangan terberat untuk menyelamatkan diri adalah saat naik turun gunung dengan kondisi yang curam.
"Saya trauma dan tidak mau bekerja di area rawan lagi," katanya.
Sebelum bekerja, kata Zakarias, mereka sudah dikumpulkan oleh pendeta dan masyarakat sekitar bahwa kalau kerja di sini tidak boleh jalan.
Menurutnya, selama mereka bekerja, tidak ada teror dari kelompok KKB.
Dikatakan, setelah sampai di Gunung Wea, mereka lihat masyarakat Paro juga mengungsi terdiri dari anak kecil hingga orang dewasa ke Kenyam.
"Saya mengucapkan terimakasih kepada TNI-Polri karena sudah bantu evakuasi," pungkasnya.
2 Hari Jalan Kaki
Menurut Kombes Faizal Ramadhani, awalnya masyarakat membawa para pekerja ke Distrik Kenyam dengan berjalan kaki.
Butuh berhari-hari untuk sampai ke Kenyam dengan jalan kaki.
Saat baru berjalan selama 2 hari, ada komunikasi masuk antara masyarakat dengan aparat keamanan.
"Jadi memang awalnya mereka mau ke Kenyam berjalan kaki. Kalau ke Kenyam itu kan jaraknya sangat jauh dan saat itu kita takut mereka dikejar. Nah kalau dikejar dapat maka repot kita, karena Egianus biasanya bukan ngancam tapi dibuktikan oleh dia," tuturnya.
Aparat keamanan kemudian menjemput mereka di titik aman yang telah disepakati.
(*)