Gridhot.ID - Harta kekayaan yang dimiliki mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo tengah disorot publik.
Adapun Rafael Alun Trisambodo merupakan ayah dari Mario Dandy Satrio (20), pria yang menganiaya David (17) putra pengurus GP Ansor hingga koma.
Karena ulah anaknya, sumber harta kekayaan Rafael Alun dicurigai lantaran gaya hidup mewah yang kerap dipamerkan Mario Dandy melalui media sosial.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di situs resmi KPK, Rafel Alun tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 56,1 miliar.
Kekayaan itu dinilai tidak sesuai dengan profil Rafael yang hanya merupakan aparatur sipil negara (ASN) eselon III.
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi tak wajar Rafael pada tahun 2012.
Rafael diduga memerintahkan orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi. Tindakannya disebut sebagai indikasi pencucian uang.
Pada Rabu (1/3/2023), Rafael telah memenuhi panggilan KPK untuk klarifikasi terkait sumber kekayaannya yang mencapai Rp 56,1 miliar sebagaimana dilaporkan dalam LHKPN.
Namun, KPK mengaku kesulitan mengusut harta kekayaan ayah Mario Dandy itu.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, tak mudah bagi institusinya untuk menyita aset milik Rafael, hanya berdasarkan data LHKPN.
Sebab, lanjutan tindakan dari LHKPN itu hanya berupa klarifikasi, tak ada perintah untuk menyita.
Menurut Pahala, KPK memang telah memeriksa LHKPN Rafael dan rekening miliknya di bank, dan menemukan banyak transaksi janggal, namun itu semua sulit dibuktikan.
"Kami sudah lihat semua transaksi di bank, dia ini pintar bukan orang sembarang, tak ada transfer," ujar Pahala dikutip dari Kompas TV, Rabu (1/3/2023).
"Semua itu penyetoran tunai oleh orang-orang yang tak diketahui identitasnya, kalau lewat transfer antar bank mudah ditelusuri," imbuhnya.
Menurut Pahala, berkat kelihaian Rafael mengenai modus lepas dari jerat hukum, membuat kasus ini tak akan berjalan jauh.
Harapan publik agar ada penyitaan aset dan uang miliknya tak bisa dilakukan, mengingat tak ada aturan hukum soal LHKPN yang bisa merampasnya.
Eks pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (kanan memegang ponsel) hadir memenuhi panggilan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Lebih lanjut kata Pahala, pada tahun 2018 KPK sebenarnya sudah pernah memeriksa Rafael, namun tak ada tindak lanjut karena keterbatasan aturan tadi.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Pahala, pihaknya merasa ada yang tidak pas dalam laporan kekayaan itu.
"Kita pernah periksa yang bersangkutan tahun 2018 untuk periode 2015, 2016, 2017, 2018," ujarnya.
"Hasilnya kita terbitkan laporannya 23 Januari 2019," imbuhnya.
Karena keterbatasan KPK, akhirnya berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Dari laporan itu menurut kami, punya keterbatasan untuk menjangkau dari mana asal semua harta yang dilaporkan," ucapnya.
"Jadi kami berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, untuk selanjutnya ditangani," imbuh Pahala.
Pahala menyebut, KPK sudah memverifikasi langsung harta Rafael dan tidak menemukan adanya masalah.
Begitu pula rekening yang Rafael dan keluarga gunakan.
"Kita bilang ini kita periksa hasilnya hartanya ini, ini, ini, kita cek lapangan yang secara administratif disebut di laporan itu oke," kata Pahala.
Meski demikian, pihaknya menyebut hasil pemeriksaan harta kekayaan Rafael pada saat itu dinilai janggal.
"Dengan angka kekayaan dan transaksi bank yang sangat aktif kita merasa ini kayaknya ada yang nggak pas nih waktu itu 2019 kita datang," katanya.
"Oleh karena itu hampir tidak ada tindak lanjut yang signifikan sesudah itu," imbuhnya.
Pahala mengatakan, Rafael baru menjadi wajib lapor pada tahun 2011.
Kala itu Rafael mendapatkan jabatan di Ditjen Pajak yang memang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya.
Sehingga, saat itu KPK tak memiliki wewenang untuk melihat data kekayaan Rafael sebelum tahun 2011.
"Yang bersangkutan ini baru menjadi wajib Lapor itu 2011 pas jabatannya sudah harus melapor."
"Jadi sebelum itu dari LHKPN tidak punya wewenang untuk mengambil data ataupun informasi sebelum 2011," ucap Pahala.
Karena itu, untuk kasus ini Pahala juga tak terlalu yakin bahwa negara bisa menyita aset Rafael Alun.
(*)