GridHot.ID - Lukas Enembe, Gubernur Papua nonaktif, disebut ogah minum obat yang diberikan oleh tim dokter KPK.
Meski demikian, Lukas Enembe masih ngotot minta berobat ke Singapura.
Permintaan Lukas Enembe itu pun memicu reaksi KPK.
Dilansir dari Tribunjabar.id, Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe mogok minum obat yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melalui surat yang dia tulis, Lukas meminta berobat ke RS Mount Elizabeth, Singapura.
Hal itu disampaikan Lukas Enembe melalui sebuah surat tertanggal 19 Maret 2023.
Surat ditujukan kepada Firli Bahuri cs, penasihat hukum, dan dokter KPK.
Tim kuasa hukum Enembe, Petrus Bala Pattyona, membenarkan adanya surat dari kliennya dimaksud.
Petrus mengatakan surat dititipkan Enembe sewaktu ia berkunjung ke rutan KPK.
"Kemarin sesudah kunjungan, LE (Lukas Enembe) titip surat ke saya untuk diserahkan ke KPK dan langsung saya serahkan," kata Petrus saat dikonfirmasi, Rabu (22/3/2023).
Berikut isi lengkap surat yang ditulis Lukas Enembe:
Surat Pernyataan
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama: Lukas Enembe
Umur: 55 tahun
Alamat: Rutan MP KPK Jakarta
Dengan ini saya menyatakan bahwa, mulai sejak hari Minggu, 19 Maret 2023, jam 22.04, saya tidak mau meminum obat yang disediakan oleh KPK, karena:
1. Tidak ada perubahan atas sakit saya sejak saya meminum obat yang disediakan oleh KPK, dan buktinya kedua kaki saya masih bengkak sampai saat ini.
2. Saya meminta pengobatan terhadap sakit saya dengan cara saya harus dirawat di rumah sakit.
3. Saya meminta agar sakit saya ini harus dirawat di rumah sakit Singapura karena mereka (dokter) Singapura yang sangat paham dan mengerti tentang sakit saya ini.
4. Saya ini orang sakit yang seharusnya mendapat perawatan di rumah sakit dan bukan di "rawat" di rutan KPK.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dan sampaikan, atas perhatian dan bantuannya disampaikan terima kasih.
Dalam foto yang Petrus kirimkan, tampak surat itu telah dibubuhi stempel bertuliskan, DITERIMA DI KPK TGL 21 MAR 2023.
Terpisah, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengaku belum menerima surat tersebut.
Ia menyatakan, pihaknya akan membahas surat itu setelah diterima.
Menurutnya, persoalan Lukas tersebut akan kembali dibahas bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Mungkin lebih lanjut akan kami bahas bersama IDI berkaitan dengan perkembangan kesehatan yang bersangkutan untuk kami tindak lanjuti,” ujar Ghufron.
Dikutip GridHot dari tribungayo.com, diberitakan sebelumnya, Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe disita dan pemblokiran rekening terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Adapun yang disita KPK yaitu, uang sekira Rp50,7 miliar, emas batangan, beberapa cincin batu mulia, dan empat unit mobil.
"Di samping itu tim juga juga telah membekukan uang dalam rekening sekitar Rp81,8 miliar dan 31.559 dolar Singapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/3/2023).
Ali mengatakan hingga kini tim penyidik telah memeriksa saksi sekira 90 orang, termasuk ahli digital forensik, ahli accounting forensik, dan ahli dari kesehatan.
Dia menyebut KPK sekarang masih fokus mendalami pembuktian unsur pasal suap dan gratifikasi dalam perkara Lukas Enembe ini.
"KPK terus kembangkan lebih lanjut perkara dimaksud dengan kemungkinan penerapan pasal maupun ketentuan undang-undang lainnya untuk mengoptimalkan asset recovery yang dinikmati tersangka," jelas Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Politikus Partai Demokrat itu diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.
Hal tersebut untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar.
Adapun tiga proyek itu antara lain, proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan sebesar Rp10 miliar.
Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.(*)
Source | : | TribunJabar.id,Tribungayo.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar