Gridhot.ID - Terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu, Irjen Teddy Minahasa mengklaim mendapat informasi soal dugaan konspirasi di balik kasus yang menjeratnya.
Mantan Kapolda Sumatera Barat itu membongkar percakapan rahasia antara dirinya dengan 2 petinggi Polri terkait kasusnya.
Adapun dua petinggi di kepolisian yang diseret namanya oleh Teddy Minahasa adalah Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa dan Wadir Narkoba Polda Metro Jaya AKBP Dony Alexander.
Hal itu diungkap Teddy dalam nota pembelaannya atau pleidoi ketika sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Teddy mengatakan, awalnya dirinya terlibat percakapan dengan Dony Alexander pada 24 Oktober 2022 saat dirinya ditangkap tim penyidik Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya.
Waktu itu, kata Teddy, Dony Alexander menyampaikan akan mengenakan pasal penyertaan yaitu Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP kepadanya. Tujuannya, agar Teddy mendapat keringanan.
"Saat saya dijemput penyidik Polda Metro Jaya dalam rangka pemindahan tempat penahanan, saya dibisiki oleh Wadirres Narkoba Polda Metro Jaya, Pak Dony Alexander," kata Teddy saat membacakan pleidoi.
"(Dony Alexander bilang), 'Mohon maaf, Jenderal, Jenderal seperti orang tua kami sendiri, mohon maaf kami hanya menjalankan perintah pimpinan, sengaja kami sertakan Pasal 55 KUHP untuk memperingan Jenderal'," ujar Teddy menirukan ucapan Dony.
Selanjutnya, Teddy mengatakan, percakapannya dengan Dony Alexander kembali terjadi pada November 2022 ketika ia dipindahkan ke Rutan Polda Metro Jaya.
Percakapan itu juga melibatkan Mukti Juharsa yang masih menjabat sebagai Direktur Narkoba Polda Metro Jaya.
Teddy mengaku dihampiri oleh Mukti Juharsa dan Dony Alexander.
Dalam percakapannya, kedua polisi itu mengungkapkan ketidakpercayaan atas perbuatan Teddy.
Kemudian mereka menyampaikan permohonan maaf kepada Teddy karena hanya menuruti perintah pimpinan.
"Tanggal 4 November 2022, Dir dan Wadir Res Narkoba Polda Metro Jaya menghampiri kamar sel saya, dan mengatakan, 'Mohon izin, Jenderal, kami semua tidak percaya Jenderal melakukan ini. Tetapi kami mohon maaf, kami hanya melaksanakan perintah pimpinan saja'," ujar Teddy seperti diucapkan Mukti.
Selain perintah pimpinan, Mukti pada saat itu juga mengatakan informasi rahasia kepada Teddy.
Adapun informasi rahasia itu berupa hasil pemeriksaan tes urine, darah dan rambut Teddy yang sebenarnya negatif metamfetamina atau sabu.
"'Izin Jenderal, sebenarnya ini rahasia, hasil uji laboratorium Jenderal adalah negatif metamfetamina. Tadinya kami berharap hasilnya positif agar dapat kami terapkan Pasal 127 (KUHP) saja, sehingga Jenderal cukup direhabilitasi saja'," kata Teddy mengingat kembali perkataan Mukti kala itu.
Namun demikian, Teddy tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh Mukti Juharsa dan Dony Alexander sebagai pimpinan.
Teddy menduga dirinya sengaja dijebloskan dan kasusnya direkayasa.
"Karena pada diri saya sama sekali tidak ada barang bukti narkotika sabu yang disita oleh penyidik. Saya pun tetap kooperatif," tutur Teddy.
Seperti diketahui, berdasarkan dakwaan jaksa, Teddy bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif dan Linda Pujiastuti (Anita Cepu) untuk menawarkan, membeli, menjual dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual oleh mereka itu merupakan barang bukti hasil sitaan kasus narkoba yang beratnya mencapai 5 kilogram.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Teddy meminta anak buahnya, Dody Prawiranegara untuk mengambil barang bukti sabu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya Dody sempat menolak perintah atasannya itu. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Usai menukarnya dengan tawas, Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda.
Setelah itu, Linda menyerahkannya kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Teddy Minahasa dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
(*)