Dalam surat tersebut, para penghuni rutan KPK merasa kehadiran Lukas Enembe yang ditahan dalam kondisi sakit menimbulkan ketidaknyamanan dan potensi bahaya kesehatan pada mereka.
Salah satu tahanan, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway mengatakan, selama 6 bulan di rutan Lukas Enembe selalu buang air kecil di celana dan juga di tempat tidurnya.
Bahkan, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Angkut AW-101 itu menyebut, Lukas Enembe juga buang air kecil di kursi ruang bersama dan meludah ke lantai ataupun di tempat-tempat lain di mana dia berada.
Menurut Jhon Irfan, Lukas Enembe juga tidak pernah membersihkan diri setelah buang air besar dan tidur di atas kasur yang sudah berbau pesing yang tidak diganti.
Para tahanan kerap membantu Gubernur Papua nonaktif itu untuk mandi dan membersihkan tempat Lukas Enembe.
"Kami, para tahanan dengan kesibukan dan beban pikiran kami masing-masing, sudah tidak mungkin untuk menyelesaikan hal-hal di atas," tulis Jhon Irfan bersama para tahanan dalam surat tersebut.
Selain Jhon Irfan, surat itu juga ditandangani oleh 19 tahanan KPK seperti Sekretaris Mahmakah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan, eks Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak.
Bupati nonaktif Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Bupati nonaktif Meranti Muhammad Adil dan 14 tahanan KPK lainnya yang ditahan di Gedung Merah Putih.
Surat yang ditulis Jhon Irfan dan kawan-kawan itu dibuat tanggal 27 Juli 2023, ditujukan ke Majelis Hakim Kasus Lukas Enembe, Dewas KPK, Pimpinan KPK, Pimpinan Komnas HAM, Kasatgas JPU Kasus Lukas dan Kepala Rutan KPK.
Surat dari para tahanan ini dilanjutkan oleh tim hukum Lukas Enembe ke Hakim Pengadilan Tipikor pada Jumat (4/8/2023).
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar