GridHot.ID - Kawasan hutan di Gunung Lawu mengalami kebakaran. Warung-warung yang berada di sekitar Hargo Dalem ikut terdampak kebakaran tersebut.
Lalu bagaimana dengan warung Mbok Yem?
Melansir TribunSolo.com, apikebakaran hutan rupanya tidak sampai merembet ke warung Mbok Yem.
Hal tersebut diungkapkan Edi (41) pemilik warung Mbah Mo, Cemoro Kandang, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar setelah menemui Mbok Yem di Hargo Dalem, Senin (2/10/2023).
Edi menuturkan, kondisi warung mbok Yem tidak terbakar.
"Kemarin saya naik pukul 08.00 WIB, dan sampai sana pukul 13.00 WIB, dan mengecek kondisi di sana termasuk mbok Yem bersama keluarga," kata Edi kepasa TribunSolo.com, Selasa (3/10/2023).
Edi mengatakan, meskipun kondisi warung dan Mbok Yem aman, namun warung-warung lain di sana terdampak api itu.
Warung-warung yang ikut terbakar yaitu milik Agus, Sarwono, dan Giyar.
"Ada yang terbakar habis ada yang sebagian, setahu saya yang terbakar habis punya Agus, Sarwono Jenggot dan sebagian milik Giyar," kata Edi.
Dia mengatakan saat itu, kondisi warung-warung kosong kecuali milik mbok Yem. Warung mbok Yem sendiri ada lima anggota keluarga di sana.
"Pas saya turun kemarin ada 3 orang Mbok Yem, Mas Muis yang bantu jualan Mbok Yem dan Mas Kelik yang jualan suvenir," ujar dia.
Ia mengatakan, di sana juga ada bedeng bangunan yang ditinggali warga bernama Kelik.
Bedeng tersebut dalam kondisi aman dan tidak membakar bangunan tersebut.
"Bedeng itu, merupakan bangunan yang berada di petilasan Brawijaya yang biasa digunakan untuk istirahat dan kondisinya aman," kata dia.
"Selain itu, juga ada Pendopo milik Kiky dan Keraton Solo yang ada di sana dan dalam kondisi aman juga," ungkap dia.
Kalak BPBD Kabupaten Karanganyar Juli PH mengatakan warung-warung di dekat warung Mbok Yem sudah ludes dilalap api .
"Warung yang lain sudah ludes tapi untuk mbok yem masih utuh," ucap Juli, kepada TribunSolo.com, Senin (2/10/2023).
Juli mengatakan kondisi mbok Yem dan keluarga saat ini dalam keadaan sehat dan selamat. Meskipun demikian, Mbok Yem dan 3 anggota keluarganya enggan mau dievakuasi turun.
"Beliau tidak mau dievakuasi, dan karena itu, kami memberikan logistik di sana," ucap dia.
Di sisi lain, melansir Kompas.com, cucu Mbok Yem yang bernamaSyaifudin mengatakan pihaknya sebenarnya sudah berencana menjemput Mbok Yem dengan menyiapkan mobil dan peralatan tandu.
Akan tetapi, Mbok Yem menolak turun gunung., Mbok Yem ingin tetap berada di puncak lantaran kasihan dengan si Temon, kucing, serta hewan peliharaannya.
Baca Juga: Kronologi Mahasiswi Undip Tewas di Gunung Lawu Tapi Rombongannya Malah Lanjut Mendaki
"Kemarin sudah kita siapkan jemputan, tetapi Mbok Yem tidak mau turun karena kasihan sama si Temon dan kucing, serta sejumlah hewan peliharaannya. Jadi dia memilih tetap tinggal di puncak," kata Syaifudin saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (2/10/2023).
Meski begitu, Syaifudin memastikan, warung Mbok Yem di puncak Gunung Lawu dipastikan aman dan tidak terbakar.
"Puncak sudah habis, kawasan Jolotundo, Sendang Drajat sampai selatan Telaga Kuning sudah habis terbakar kecuali warung Mbok Yem. Warung yang lain ikut terbakar," ujarnya.
Syaifudin menyebut warung Mbok Yem sudah diberi penyekat api sehingga aman dari kebakaran.
"Warung Mbok Yem aman karena sebelumnya telah dibuat ilaran (penyekat api) di sekitarnya. Kalau posisi api sudah berada di sebelah Selatan warung mbok Yem," ucap Syaifudin.
Lalu, siapa sebenarnya Mbok Yem?
Mbok Yem memiliki nama asli Wakiyem. Ia merupakan pemilik warung di puncak Gunung Lawu.
Warung Mbok Yem berada di ketinggian 3.150 mdpl atau hanya berselisih 115 mdpl dari puncak gunung. Warung itu dibangun sejak tahun 1980-an.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Mbok Yem mengaku tidak sendirian ketika berjualan.
Ia dibantu kerabatnya yang mengantarkan barang sampai ke puncak.
"Untuk stok dagangan, saya juga dibantu orang lain. Jadi, ada orang yang antar barang ke sini tiga kali dalam seminggu," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Menurut Mbok Yem, momen 17 Agustus dan bulan Suro menjadi waktu Gunung Lawu dipadati pendaki. Saat itulah warungnya kebanjiran pembeli.
Wanita yang sudah menginjak usia kepala enam ini hanya turun gunung sewaktu Lebaran.
"Yah, sekali setahun aja pulangnya. Waktu Lebaran," ucapnya.
Di usianya yang kini telah lanjut, Mbok Yem harus menggunakan alat bantu untuk naik dan turun gunung. Biasanya, dia menggunakan tandu.
"Sudah tua ya sekarang ditandu. Sudah tidak kuat seperti muda dulu. Dulu naik turun gunung menggendong barang," ungkapnya, dilansir dari pemberitaan Kompas.com.
Video detik-detik Mbok Yem ditandu sempat viral di media sosial. Ini terjadi saat Idul Fitri 2022 lalu.
Keponakan Mbok Yem, Saiful Gimbal, menerangkan, Mbok Yem selalu turun gunung untuk merayakan Lebaran bersama keluarga besarnya di Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
"Anak Mbok Yem itu lima. Setiap tahun pasti turun gunung untuk Lebaran. Tahun kemarin habis shalat Id langsung Lebaran ke rumah anaknya yang kedua di Solo," tuturnya.
Sebelum menaiki tandu, Mbok Yem terlebih dulu digendong oleh anaknya bila sudah tidak kuat mendaki.
"Biasanya kalau sudah di atas pos 2 dari Pos Cemoro Sewu, Mbok Yem akan digendong atau dituntun untuk naik," terang Saiful.
Bagi Mbok Yem, alasan terpentingnya masih berjualan di Gunung Lawu adalah untuk menolong sesama.
"Saya senang bisa menolong orang yang membutuhkan di sana. Mereka tidak perlu repot dan khawatir soal makan dan minum saat berada di Puncak Lawu," jelasnya, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Walau sempat diminta anak dan cucunya untuk beristirahat di rumah, ia mengaku bakal tetap berjualan di Gunung Lawu.
Pasalnya, selain dapat membantu pendaki, Mbok Yem mengaku bisa menemukan kedamaian di Gunung Lawu.
"Pokoknya di sana itu ingatan kita hanya kepada Yang Maha Kuasa saja. Saya tidak mikir yang lain," tuturnya.
Meski tampak sederhana, tetapi warung Mbok Yem menyimpan kenangan bagi orang-orang yang pernah mendaki Gunung Lawu.
Salah satu menu yang dirindukan adalah nasi pecel. Empat kali mendaki Gunung Lawu, Danang Yuniantoro mengaku kangen dengan nasi pecel Mbok Yem.
"Kangen. Kalau ke Lawu belum makan nasi pecelnya Mbok Yem, rasanya ada yang kurang," beber pria yang tinggal di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
Serupa dengan Danang, Tri Arini Purwaningrum juga punya kenangan di warung Mbok Yem.
Perempuan yang berdomisili di Kota Solo, Jateng, ini bahkan pernah menginap di warung tersebut.
"Rindu nasi pecel Mbok Yem so much. Juga rindu hawa di Gunung Lawu," ujar Arini yang sudah enam kali menginjakkan kaki di Lawu.
Andri Prihatmono, warga Kabupaten Wonogiri, Jateng, juga mengaku kangen dengan suasana warung Mbok Yem.
"Pecel telur ceplok. Nasinya dingin, telurnya panas, sambel pecelnya nyos (pedas), plus teh panas. Tempenya juga gede-gede," ucap pria yang pernah lima kali ke Lawu ini.
Berbeda dari lainnya, Listiyo Budi Santoso mengaku lebih menyenangi pisang goreng di warung Mbok Yem.
"Pisang goreng hangat lebih cocok sama cuacanya. Kalau pecel, enggak masuk (sesuai). Mending mi rebus atau nasi goreng," ungkap pria yang tinggal di Kabupaten Sragen, Jateng, tersebut.
(*)