Pria berdarah Belanda ini sejak kecil memang tergila-gila pada Srimulat.
Bahkan, ketika ada pentas Srimulat, ia akan merengek minta diantar melihat.
Ternyata rasa cinta itu berlanjut hingga ia dewasa.
Tahun 1980-an, Eko pun memberanikan diri melamar menjadi anggota Srimulat.
Saat itu Srimulat sudah mulai disebut-sebut sebagai grup lawak paling tenar, tetapi masih terbatas pentas di Surabaya dan Jawa Timur dan belum melebarkan sayapnya ke Solo, Semarang, maupun Jakarta.
Pada saat itu, Teguh (pendiri Srimulat) menolaknya dengan halus karena kala itu pelawak Srimulat terkenal dengan wajahnya yang kurang ganteng semua.
Hal ini disebabkan meskipun asli Surabaya, Eko memang mempunyai darah Belanda.
Ibunya, Andreana Helena Kohen, adalah nonik Belanda, putri seorang tentara kolonial yang bertugas di Surabaya.
Eko sudah pernah ikut main ludruk bersama Jalal (pelawak) dan juga dengan Cak Tohir yang membentuk Ludruk Gelora 10 November.
Tapi karena sangat inginnya Eko bergabung dengan Srimulat, ia tak kekurangan akal. Ia terus main ludruk dari satu pentas ke pentas lain.
Selain itu, kelucuannya juga muncul di panggung, mulai acara Agustusan di kampung-kampung hingga ke restoran mewah maupun hotel atas inisiatif pengusaha maupun pejabat.