Selain itu, salah satu dampak dari masalah ini adalah minimnya sanitasi dan pembalut untuk kaum wanita.
Dikutip Gridhot dari Tribunstyle, kondisi pengungsian yang terlalu padat hingga kurangnya akses air bersih itulah yang memaksa perempuan di sana untuk mengonsumsi tablet Norethisterone.
Pil ini biasanya ditujukan untuk kondisi seperti pendarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid atau rasa tidak nyaman saat menstruasi.
Dr Walid Abu Hatab, konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, mengatakan tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya.
Alhasil menstruasi yang biasanya datang saban bulan tertunda.
Menelan pil tersebut tak sepenuhnya tanpa risiko.
Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati.
Namun, para wanita di Gaza tidak punya pilihan lain.
Mereka tetap menelan pil tersebut di tengah risiko blokade bantuan Israel dan gencarnya pengeboman yang dilakukan tentara Zionis.
Salah satunya adalah perempuan bernama Salma Khaled ini.
Salma diketahui meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah.