Mengingat pelakunya masih di bawah umur namun bisa melakukan tindakan sekeji itu.
Tetapi mengingat pelaku kali ini masih berusia di bawah 18 tahun maka perlu masyarakat ketahui bahwa anak remaja belum bisa menimbang konsekuensi atas perbuatan yang dilakukannya.
"Karena proses berfikirnya masih belum berkembang sempurna. Bagian otaknya yang disebut PFC atau Pre frontal cortex belum sempurna," katanya kepada TribunKaltim.co pada Kamis (8/2/2024).
Namun lanjutnya, ada juga faktor lain yang membuat remaja tersebut begitu nekat.
Seperti faktor internal dari sisi kepribadian atau ada dorongan agresi yang sudah lama dipendam.
Tentu saja Junaedi kesulitan mengendalikan diri ketika merasakan emosi negatif sehingga perilakunya cenderung merusak dan menyakiti.
Ia menjelaskan, karakter itu bisa muncul ketika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan
"Pelajari latar belakang keluarganya. Bisa jadi anak ini pernah menjadi korban kekerasan dari orangtuanya atau lingkungannya, sehingga dia melewati proses belajar yang salah," jelas Ayunda.
Ia juga menjelaskan, usai ditetapkan menjadi tersangka dan terus mendapat tekanan dari lingkungan sosial, Junaedi berpotensi menyimpan dendam yang membuatnya bisa mengulangi hal yang sama.
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut, Ayunda menekankan pentingnya pendampingan psikolog terhadap Junaedi.
Dimana dalam pendampingan itu, Junaedi diberi edukasi dan diajari cara mengelola emosi yang lebih baik.