Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kata Kuntadi, akhirnya keduanya menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ucap dia.
Selanjutnya, tersangka Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan itu kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN) yang juga menjadi tersangka.
"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," ujar dia.
Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo, Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Tersangka
Dalam perkara tersebut, melansir Tribunnews.com, tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Harvey Moeis menjadi tersangka ke-16.
Di antara 15 tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara yakni M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah dan Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018.
Kemudian ada Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.