GridHot.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan suami Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM), sebagai tersangka ke-16 kasus dugaan tindak korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015 sampai 2022 pada Rabu (27/3/2024).
Melansir Tribunnews.com, kerugian negara dalam kasus tindak korupsi ini ditaksir mencapai Rp271 triliun.
Bahkan, menurut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, nilai Rp271 triliun itu akan terus bertambah.
Pasalnya nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
"Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," lanjutnya.
Peran Harvey Moeis
Melansir Kompas.com, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT).
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPP) alias RS mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu Saudara MRPP atau Saudara RS alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
MPRT ditetapkan tersangka lebih dahulu oleh Kejagung dalam kasus yang sama.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kata Kuntadi, akhirnya keduanya menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ucap dia.
Selanjutnya, tersangka Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan itu kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN) yang juga menjadi tersangka.
"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," ujar dia.
Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo, Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Tersangka
Dalam perkara tersebut, melansir Tribunnews.com, tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Harvey Moeis menjadi tersangka ke-16.
Di antara 15 tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara yakni M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah dan Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018.
Kemudian ada Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Lalu tersangka yang berasal dari pihak swasta, yakni:
- Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN);
- Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA);
- Komisaris CV VIP, BY;
- Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN;
- General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Rosalina (RL);
- Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), RI;
- Pengusaha tambang di Pangkalpinang, SG alias AW
- Pengusaha tambang di Pangkalpinang,MBG
- Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP);
- Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA);
- Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim.
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo.
Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(*)