GridHot.ID - Anggota Bawaslu Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Otniel Tipagau, mengungkapkan bahwa dirinya sempat disandera KKB ketika hendak melaksanakan pemungutan suara di Distrik Homeyo pada Pemilu 2024
Otis, sapaan akrab Otniel, mengatakan dirinya disandera selama delapan jam, mulai pukul 07.00 hingga pukul 15.00 waktu setempat, sebelum akhirnya dibebaskan
Melansir Kompas.com, Otis mengungkap soal penyanderaan itudi muka sidang sengketa Pileg 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (6/5/2024).
Mulanya, ketua hakim panel 3, Arief Hidayat, bertanya kepada Otis soal mundurnya sebagian pemungutan suara ke tanggal 23 Februari 2024 atau mundur 9 hari dari jadwal semula.
Otis menyebutkan bahwa pemungutan suara susulan (PSS) disebabkan oleh aksi KKB yang melakukan penyanderaan terhadap pesawat selaku moda transportasi penghubung wilayah pegunungan di Intan Jaya.
"Waktu itu memang terjadi penyanderaan pesawat. Kemudian waktu itu kita mediasi dengan pihak PPD (panitia pengawas desa) kemudian para (kepala) kampung, tokoh-tokoh kami kasih Rp150 juta waktu itu, KKB ya," ungkap Otis.
Otis menjelaskan, penyanderaan itu terjadi karena maskapai penerbangan itu disebut harus memiliki bukti surat yang ditandatangani oleh anggota KKB setempat untuk dapat masuk ke wilayah tersebut.
Otis menambahkan, saat itu negosiasi dan lobi-lobi terus dilakukan, tetapi pesawat tetap tidak bisa memasuki wilayah yang dimaksud.
"Saya juga waktu itu tidak bisa. Saya mau ke distrik ibu kota tapi saya juga waktu itu juga ditangkap di situ. Akhirnya kami mengeluarkan rekomendasi yang tadi, PSS," jelas dia.
Arief kemudian bertanya bagaimana ia dan koleganya akhirnya berhasil dilepaskan oleh KKB.
"Kami kasih uang," jawab Otis.
Baca Juga: Polri Minta Gunakan Penyebutan KKB dan Bukan OPM, Kasatgas Damai Cartenz: Saya Mendapat Teguran...
"Oh, oke berarti Bawaslu duitnya banyak itu ya," sahut Arief disambut tawa hadirin di ruang sidang.
Otis kemudian bercerita bahwa Kabupaten Intan Jaya punya kesan mengerikan dan ia baru pertama kali menginjakkan kaki ke sana.
Namun, ia menegaskan bahwa dirinya tidak dianiaya ketika disandera.
"Saya waktu itu dicegat ditangkap dari jam 07.00 sampai jam 15.00 sore," ujar dia.
"Mereka hanya meminta uang. Karena waktu mereka tangkap pesawat, penyanderaan pesawat itu kita salah memberikan uang kepada KKB yang tempat lain sehingga yang di situ mereka minta," jelas Otis.
Arief kemudian penasaran dengan jumlah uang yang ditebuskan oleh Otis dkk dan dari mana uang itu berasal.
Otis mengatakan pihaknya memberi uang kepada KKB sejumlah Rp150 juta dan Rp25 juta.
"Yang pertama kami sudah kasih Rp150 juta kemudian yang saya sekitar Rp25 juta," ujar dia.
"Duitnya dari mana?" tanya Arief.
"Kumpul-kumpul para masyarakat, caleg, kemudian kami Bawaslu, PPD," pungkasnya.
Setelah pengakuan tersebut, ramai di media pemberitaan mengenai "anggota Bawaslu di Intan Jaya, Otniel Tipagau, disandera KKB dan dipalak Rp150 juta".
Melansir rri.co.id, Otis pun meluruskan pemberitaan beberapa media yang menyebut dirinya sempat di sandera oleh KKB menjelang pemungutan suara Pemilu 2024.
Menurutnya dalam pemberitaan beberapa media itu terkesan ia menyudutkan atau merusak citra daripada TPN/OPM.
Selain, itu pemberitaan tersebut menggiring opini masyarakat bahwa seolah-olah dirinya menjual nama organisasi tersebut untuk mencari keuntungan atau popularitas semata.
"Saya perlu luruskan, bahwa pernyataan saya di MK adalah murni penjelasan kondisi situasional yang saya alami di Pogapa Distrik Homeyo. Dan dalam penyebutan nama saya menyebutkan KKB bukan TPNPB/OPM," ujarnya kepada RRI Nabire, Selasa (7/5/2024) malam.
Ia menegaskan bahwa media tak boleh memberi sudut pandang bahwa ia melecehkan organisasi TPNPB/OPM.
Sebab menurutnya, mereka adalah saudara sebangsa, namun saat ini masih berbeda pendapat dan memperjuangkan kemerdekaan dengan cara tersendiri.
"Tidak bisa (media-red) memframing atau menarasikan bahwa saya melecehkan atau melemahkan organisasi TPNPB/OPM," ucapnya menegaskan.
Ia menambahkan dengan pemberitaan itu, maka di mungkinkan ada pihak lain yang mencoba mengambil keuntungan lewat pemberitaan ini.
"Ini tahun politik Pilkada, siapa saja bisa mengambil kesempatan untuk dirinya, apalagi daerah di Papua," katanya mengakhiri.
(*)