Gridhot.ID - Tak bisa dipungkiri, jika sebuah negara tidak ingin mengalami krisis energi maka harus menguasai Pengayaan Uranium.
Karena dengan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) maka bakal menjamin adanya pasokan listrik yang mencukupi bagi rumah-rumah dan instansi umum lainnya.
Terlebih nuklir (jika tak bocor) adalah energi bersih yang tak menimbulkan limbah maupun polusi sehingga ramah akan lingkungan.
Hal inilah yang mendasari Indonesia ingin memiliki kemampuan pengayaan uranium demi kemaslhatan rakyatnya.
Awalnya pada tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno sadar jika sebuah negara haruslah mempunyai kapabilitas dalam pengayaan uranium.
Maka pada tahun itu juga ia berhasil menjalin kerjasama dengan AS untuk pengembangan nuklir.
AS setuju membantu dalam hal pengayaan uranium, karena awalnya Indonesia hanya ingin menggunakan nuklirnya demi tujuan damai.
Tapi ditengah jalan kerjasama itu terganggu lantaran matinya John F Kennedy yang dikenal akrab dengan Soekarno.
Baca Juga : Kecanduan Buku Novel, Pria Ini Memilih Minggat dan Tinggal di Gunung Selama 3 Tahun Agar Tenang Membaca Buku
Kebijakan AS setelah tewasnya Kennedy berubah, termasuk menyoal pengayaan uranium Indonesia.
Soekarno geram, ia kemudian mengalihkan haluan tujuan nuklir Indonesia untuk dijadikan bom atom!
Secara rahasia, Soekarno kemudian menyuruh para ilmuwan Lembaga Tenaga Atom (LTA) Indonesia berguru ke China karena negeri Tirai Bambu itu berhasil mengujicoba bom nuklirnya tahun 1964.
Hingga tiba saatnya November 1964.
Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat, Brigjen Hartono mengumumkan Indonesia akan melakukan uji coba peledakkan bom nuklir miliknya pada tahun 1969 mendatang.
Baca Juga : Bullying Kembali Terjadi, Tersebar Rekaman Perkelahian Dua Bocah di Pinggir Jalan Viral di Medsos
Hartono mengungkapkan jika 200 ilmuwan Indonesia sedang mengerjakan pembuatan bom nuklir dan bakal di uji coba di luar kepulauan Mentawai, Sumatera.
Dikutip dari nonproliferation.org, pengumuman itu kemudian dilanjutkan dengan pernyataan Soekarno pada tahun 1965 yang mengatakan "Sudah takdir Tuhan, Indonesia dapat membuat bom atomnya sendiri."
Soekarno menambahkan jika Indonesia membutuhkan bom nuklir untuk menjaga kedaulatan dan tanah air dari gangguan negara lain.
Pernyataan itu membuat negara-negara di dunia terhenyak seketika.
Dunia menjadi 'panas dingin', geger karena mengetahui hal itu.
Apalagi negara-negara Barat dan sekutunya.
Dalam benak mereka bergumam bagaimana bisa Indonesia negara yang merdeka kemarin sore sudah mampu membuat bom nuklir yang maha dahsyat itu.
Menteri Pertahanan Australia saat itu, Shane Paltridge berujar jika pernyataan Brigjen Hartono tak boleh dianggap enteng dan sepele.
Yang lebih pusing lagi tentunya Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak.
Ia merasa gelisah, terancam dan ketakutan karena bisa saja uji coba ledakkan nuklir Indonesia nanti dapat berdampak mengerikan bagi Malaysia.
AS yang tak mau uji coba itu dilakukan langsung mendekati kembali Indonesia.
Melalu macam manuver politik, AS kemudian mendapat kesimpulannya sendiri jika Indonesia belum mampu untuk memproduksi bom nuklirnya sendiri.
Melihat celah itu maka pada September 1965, AS mau melanjutkan kerjasama pengayaan uraniumnya kembali dengan Indonesia.
Tapi dengan catatan, Indonesia harus mengizinkan jika badan atom internasional (IAEA) menginspeksi reaktor nuklirnya.
Hal itu bertujuan agar Indonesia tak jadi berusaha membuat bom nuklir.
Namun berakhirnya kekuasaan Soekarno karena G30S tahun 1965 membuat semuanya buyar.
Suksesi kekuasaan pada Soeharto membuat program bom nuklir Indonesia mandek karena rezim Orde Baru sama sekali tak tertarik membuat nuklir menjadi senjata.
Akan tetapi di era Soeharto, nuklir Indonesia digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, agrikultura dan pembangunan ekonomi negara. (Seto Aji/Gridhot.ID)